REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Stasiun Pekanbaru menyatakan satelit Terra dan Aqua mendeteksi kemunculan sebanyak 297 titik panas yang tersebar di sejumlah wilayah kabupaten dan kota di Riau.
"Untuk di Sumatera, Riau, masih rekor dengan 297 titik panas (hotspot). Jumlah ini jauh meningkat dibandingkan hari sebelumnya dimana hanya terdapat 37 titik panas di Riau," kata Analis BMKG Stasiun Pekanbaru, Tri Puryanti, kepada Antara di Pekanbaru, Selasa.
Titik panas tersebut diindikasi kuat sebagai peristiwa kebakaran hutan atau lahan yang mengakibatkan sejumlah wilayah tercemar kabut asap.
Ia mengatakan titik panas terbanyak berada di Kabupaten Pelalawan yakni mencapai lebih seratus titik, kemudian ada juga di sejumlah wilayah kabupaten dan kota lainnya di Riau, seperti Indragiri Hilir, Indragiri Hulu, Kampar, dan lainnya.
Menurut dia, meningkatnya jumlah titik panas di Riau disebabkan minimnya curah hujan sejak beberapa hari terakhir.
Sementara menurut data terkini Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Satelit "National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA)" 18, di Riau terdapat sebanyak 264 titik panas yang tersebar di sebanyak sepuluh kabupaten dan kota.
Terbanyak menurut pantauan NOAA berada di Pelalawan yakni mencapai 76 titik, Indragiri Hulu (42 titik), Rokan Hilir (34 titik), Indragiri Hilir (29 titik), Kampar (26 titik), Bengkalis (20 titik), Siak (11 titik), kemudian Rokan Hulu (8 titik) dan Kota Dumai (4 titik).
Selain di Riau, BNPB juga merilis titik panas tersebar di sejumlah provinsi lainnya di Sumatera.
Seperti di Sumatera Barat terdeteksi NOAA terdapat sebanyak 100 titik panas, Jambi 57 titik, Sumatera Selatan 31 titik, Bengkulu ada 15 titik, kemudian Sumatera Utara terdeteksi sebanyak 12 titik panas.
Munculnya ratusan titik panas yang diindikasi sebagai peristiwa kebakaran hutan atau lahan tersebut mengakibatkan sejumlah wilayah kabupaten dan kota di riau tercemar kabut asap tebal.
Di Kota Pekanbaru misalnya, kabut asap yang menutupi daerah ini mengakibatkan jarak pandang hanya "tersisa" kurang dari 500 meter pada pagi dibawaah pukul 08.00 WIB.
Kondisi tersebut mengakibatkan operasional Bandar Udara Sultan Syarif Kasim (SSK) II Pekanbaru menjadi terganggu, bahkan sejumlah jadwal penerbangan dan kedatangan pesawat terpaksa ditunda dan di alihkan ke Medan serta Batam.