REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah kebijakan Wali Kota Bogor, Diani Budiarto, dinilai tidak tepat. Dekan Fakultas Hukum Universitas Pakuan Bogor, Jawa Barat, Iwan Darmawan, berpendapat, semestinya Bogor dipimpin wali kota yang kredibel, visioner, dan progresif agar menjadi kota yang strategis dan dinamis.
"Legalitas hukum yang pro rakyat untuk keadilan dan kesejahteraan harus menjadi prioritas utama kota Bogor. Keunggulan-keunggulan umum suatu kota seharusnya bisa diberdayakan di sini," kata Iwan saat dihubungi wartawan, Senin (26/8).
Pakar hukum pidana Fakultas Hukum Universitas Djuanda, Bogor Junaidi, mengeluarkan pendapat serupa. Ia menyatakan, dalam dua tahun belakangan Bogor nyaris bisa dikatakan kota 'terpanas' di Indonesia akibat dari perilaku Diani.
"Saya sangat menyayangkan. Sekarang, di akhir jabatannya publik mulai mengungkap kesalahan-kesalahan wali kota yang diusung oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini," terang Junaidi.
Pendapat senada dikatakan Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum Keadilan Bogor Raya, Sugeng Teguh Santoso. Ia malah mengungkap fakta jika Diani nyaris berhasil 'menghajar' pihak swasta, yakni PT Arta Inti Multi (PT AIM).
"PT AIM merupakan perusahaan yang bekerjasama dengan pemerintah kota Bogor dan pernah bersengketa dengan Diani. Walau akhirnya wali kota memahami kekeliruannya," ujarnya.
Dijelaskan Sugeng, keputusan wali kota mengutak-atik tanah dan bangunan Blok G Pasar Kebon Kembang agar menjadi milik PD Pasar Pakuan Jaya Kota Bogor dengan cara hibah adalah keliru.
Sugeng memaparkan, pada 2012 Diani pernah melawan hukum negara ini melalui surat keputusan Wali Kota Bogor nomor 591-45-17 tanggal 2 Januari 2012 tentang Hibah Tanah dan Bangunan Pasar Kebon Kembang Blok G Kepada PD Pasar Pakuan Jaya (PD PPJ).
"Waktu itu Wali Kota hendak mengambil pasar untuk menjadi aset PD PPJ. Kebijakan Diani itu kami laporkan kepada Kejaksaan Negeri Bogor dan ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Sampai akhirnya tanggal 13 Februari 2013 kami gugat ke Pengadilan Negeri Bogor karena ada perbuatan melawan hukum oleh penguasa," urai pria kelahiran kota Semarang, Jawa Tengah itu.