Rabu 11 Sep 2013 17:56 WIB

Kisah Perempuan Non-Muslim AS yang Memilih Berhijab

Rep: Agung Sasongko/ Red: Heri Ruslan
Amanda, wanita non-Muslim yang berhijab
Foto: http://muslimvillage.com
Amanda, wanita non-Muslim yang berhijab

REPUBLIKA.CO.ID, SACRAMENTO -- Tak semua warga AS memandang negatif jilbab. Bagi yang bersimpati, banyak tindakan konkret dilakukan. Ada yang mengenakan kampanye jilbab sehari. Ada pula yang ambil bagian dalam kampanye berjilbab.

Dalam kasus Amanda, mungkin ada perspektif baru soal jilbab di AS. Amanda seorang perempuan non-Muslim Amerika yang memilih mengenakan jilbab. Seperti seorang Muslimah, Amanda merasakan apa yang dialami Muslimah.

Sepanjang waktu, pandangan negatif seolah tak puas menatap "keanehan" yang menempel pada tubuhnya.

“Saya kenakan jilbab bukan bermaksud mengeksplorasi kehidupan Muslim. Saya telah membuat keputusan permanen guna menutupi wajah dan tangan, dan saya menyukainya,” kata dia seperti dilansir Muslimvillage, Rabu (10/9).

Amanda tinggal di Sacramento, California.  Dia lulusan, universitas of Utah, untuk kajian Internasional dan Arab. Kini, ia tengah mengejar gelar PhD. Dengan pendidikan yang demikian tinggi dan derasnya pemikiran feminisme, sikap Amanda mengejutkan.

“Ketika saya masih muda, saya menemukan jilbab untuk tampil cantik. Sayangnya, banyak mitos tentang jilbab yang membuatku gentar,” kata dia. Ketika kuliah, Amanda mulai berinteraksi dengan teman-teman Arab. Sebagian dari mereka mengenakan jilbab. Secara jujur, ia menyukai tampilan dan menghormati pilihan itu.

“Awalnya memang saya berpikir itu wujud penindasan terhadap perempuan,” kata dia. Pada waktu bersamaan, sejumlah temannya di kampus, mulai membicarakan soal Muslimah berjilbab. Banyak pemikiran negatif yang muncul. Setiap tindakan atau gerak-gerik mereka selalu dipandang negatif.

Ia pun mengalami hal itu ketika semasa mengenyam pendidikan sekolah menengah. Banyak pandangan miring terhadapnya. “Awalnya saya berpikir itu hak mereka. Saya tidak punya kemampuan menghentikan mereka,” kata dia.

Awalnya, Amanda merasa emosi ketika ada seseorang yang menatapnya dengan buruk. Ia merasa tidak nyaman dengan hal itu. Tak banyak yang bisa dilakukan Amanda ketika menghadapi situasi macam itu. Segalanya berubah ketika ia berteman dengan Muslimah berjilbab di sekolah. Kesan yang didapat Amanda sangat positif.

Amanda memandang temannya itu dengan takjub. “Wow, saya ingin terlihat seperti itu,” kata dia. Niatan spontan itu tidak main-main. Ia mulai meneliti jilbab. Ia mencari tahu mengapa Muslimah mengenakan jilbab. Lalu bagimana cara mengenakan jilbab.

Melalui jejaring sosial Youtube, ia banyak mendapat informasi itu. Lagi-lagi, Amanda kagum dengan jilbab. “Semakin saya melihat, semakin saya terkesan. Bagaimana Muslimah berjilbab memancarkan keanggunan. Saya ingin seperti mereka, bahkan saya mulai bermimpi tentang hal itu,” kenangnya.

Satu catatan penting yang didapat Amanda selama meneliti jilbab. Dengan berjilbab, setiap Muslimah mengkontrol tubuhnya dari dunia luar.  Yang jadi pertanyaan Amanda, perempuan AS dipandang rendah ketika mereka tidak berpakaian yang menarik orang lain.

“Tapi saya percaya kalau perempuan tidak perlu mengikuti standar konyol tersebut,” kata dia. Pada titik itu, Amanda kian yakin mengenakan jilbab. Yang menjadi pertimbangan Amanda, bagaimana perasaan umat Islam terhadap keinginan dirinya.

Ia khawatir umat Islam tersinggung dengan niatannya ini. Amanda baru merasa lega ketika umat Islam tidak merasa tersinggung, dan bukan Muslimah saja yang mengenakan jilbab tetapi juga perempuan Yahudi dan Kristen.Setelah yakin, Amanda pun mengenakan jilbab. Meski mulai nyaman, ia masih memikirkan perasaan umat Islam.

Untuk itulah, ia meninggalkan Yordania. Padahal ia tengah kerja magang di sana. Tiba di AS, Amanda merasa bahagia, sambutan masyarakat AS terhadap jilbabnya sangat baik. Tak sedikit yang memuji tindakannya itu.

“Beberapa mengatakan kepada saya, bahwa saya telah menghormati budaya mereka. Ini yang membuat hati saya tenang. Mereka memberiku kekuatan ketika saya harus berhadapan dengan mata yang melotot,” kenang dia.

Memang, selama ia mengenakan jilbab masih ada yang menatapnya dengan buruk. Tapi Amanda begitu siap dengan konsekuensinya. “Yang dapat saya pahami,. Tubuh ini hak saya. Dan saya akan berterima kasih kepada Muslimah yang mengajarkan itu padaku,” kata dia.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement