REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Adnan Pandu Praja menyarankan agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) memperbaiki pola rekrutmen anggotanya. Misalnya, dengan menerapkan tes integritas untuk mengurangi penyalahgunaan kekuasaan, seperti yang telah diterapkan komisioner KPK.
Karena tes integritas bisa membaca pola pikir seseorang terhadap korupsi. "Jadi sulit sekali tes integritas itu. Karena mindset orang korupsi atau tidak itu bisa terbaca," jelasnya di kantor KPU, Jakarta, Senin (16/9).
Menurutnya, akan sulit untuk mengharapkan parlemen yang bebas dari korupsi jika tindak pidana korupsi malah didahului oleh penyelenggara pemilu dalam proses pemilihan. Apalagi, perilaku korupsi anggota parlemen juga secara langsung merugikan penyelenggara pemilu.
Rendahnya kepercayaan publik terhadap parlemen itu yang memicu semakin turunnya partisipasi pemilih dalam pemilu legislatif. Serta membuat penyelenggara pemilu terlibat dalam politik uang dengan peserta pemilu.
"Imej anggota dewan begitu negatif di mata publik, itu produk siapa? Produk KPU, maka tidak heran bila lebih dari 70 orang anggota KPU dipecat DKPP," ujar mantan anggota Kompolnas itu.
Ia menambahkan, parlemen di Indonesia sangat unik dan kreatif dibanding lembaga yang sama di Asia bahkan di dunia. Berdasarkan Corruption Bureaucracy Index dari 2009 hingga 2012, korupsi paling tinggi dilakukan oleh anggota parlemen. "Hanya di Indonesia parlemen yang korup. Itu lah uniknya dan kreatifnya Indonesia," kata Adnan