REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Alokasi dana untuk penelitian dan pengembangan di sektor migas sangat minim. Pasalnya, dana penelitian hanya dianggap sebagai dana hibah atau corporate social responsibility (CSR). Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Susilo Siswoutomo menilai dana riset masih belum optimal. ''Padahal potensi keuntungan di sektor migas cukup luar biasa,'' kata dia pada seminar Pemetaan Kebutuhan dan Peluang Riset pada Industri Migas Indonesia, Kamis (26/9).
Menurut Susilo, karena itu tingkat kandungan dalam negeri (TKDN), karya anak bangsa, dan pengembangannya menjadi kurang. Persoalannya, riset dianggap wacana saja. Pengembangan teknologi, kata dia, harus diprioritaskan untuk yang bisa digunakan. Selain itu, kualitas dan keamanan menjadi konsen utama.
Litbang, ujar Susilo, harus fokus dengan apa yang akan dibangun. Di dalamnya harus digabungkan antara yang memiliki kelebihan intelektual yang dapat diimplementasikan dengan Penyandang dana. Persoalannya pemilik modal besar cukup banyak di Indonesia akan tetapi sedikit sekali yang tertarik untuk mencemplungkan dananya di ranah penelitian dan pengembangan.
Susilo mengatakan, apabila penemuan anak bangsa ada yang bisa digunakan, bisa diinstruksikan kepada perusahaan pemerintah untuk menggunakannya. Pemakaian produk nasional harus dikedepankan. Peta jalan, kata dia, harus terintegrasi dengan pihak-pihak terkait. Dia mengaku berharap banyak.
Susilo mengungkapkan, semua hasil riset yang dilaksanakan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) merupakan milik pemerintah Indonesia. Pasalnya, dana yang digunakan KKKS untuk melakukan penelitian dan pengembangan merupakan dana dari cost recovery. ''KKKS dipaksa dong, ikut atau pergi,'' tegas dia.