Selasa 01 Oct 2013 17:52 WIB

Ketimpangan Arah Pembangunan Bisa Sebabkan Tingginya Angka Kematian Ibu

Politikus PAN, Noviantika Nasution
Foto: Antara
Politikus PAN, Noviantika Nasution

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Meningkatnya angka kematian ibu melahirkan, dari 228 per 100 ribu  kelahiran hidup pada tahun 2007 menjadi 359 tahun lalu, menyentuh kepedulian politikus  Partai Amanat Nasional (PAN), Noviantika Nasution. 

Menurut caleg DPR RI dari PAN untuk Dapil Jawa Barat III ( Bogor-Cianjur) yang lama malang melintang dalam politik Indonesia itu, tingginya angka kematian ibu secara langsung mencerminkan ketimpangan dalam perekonomian nasional.

Salah satunya, menurut Noviantika, menunjukkan adanya kesalahan dalam kebijakan perekonomian nasional. “Artinya, ada kesalahan dalam arah pembangunan perekonomian nasional, yang membuat rakyat kecil justru tidak kebagian dan tak terurus,” kata Noviantika di Jakarta, Selasa (1/10).

Arah pembangunan yang mestinya juga menekankan pemerataan sehingga setiap warga negara bisa ikut menikmati peningkatan kehidupan, menurut Noviantika, jelas tidak terjadi. 

Menurutnya, benar bahwa pada sisi pembangunan ekonomi terdapat peningkatan yang membuat Indonesia kini diakui sebagai salah satu dari 20 negara dengan perekonomian terbesar. 

“Tetapi yang menikmati hanya kalangan menengah ke atas, yang konon jumlahnya 125 juta jiwa itu,” kata Noviantika. “Sementara kita lupa, ada 250 juta rakyat Indonesia, sehingga ada 125 juta jiwa lainnya yang terpinggirkan tak terurus.” 

Kalangan paling bawah dalam strata ekonomi Indonesia itulah yang kini paling menderita karena terabaikan perhatian pemerintah.

Bagi aktivis isu-isu perempuan itu, tak ada sebab lain yang lebih utama membuat tingginya angka kematian ibu tersebut, kecuali kemiskinan.

“Kalau sampai tidak bisa memelihara kehamilan dan melahirkan dengan perawatan yang baik itu, apa lagi kalau bukan karena kemiskinan?” tambah Novi, yang merupakan. woman representative FIBA (Federasi Bola basket Asia) itu. 

 

Karena itulah, kata Noviantika, yang harus dilakukan pemerintah adalah secepatnya mengubah arah perekonomian yang tidak meninggalkan pemerataan. Salah satunya yang utama, adalah dengan menggerakkan sektor riil yang banyak melibatkan sumber daya manusia kalangan menengah bawah. 

Selain itu, menguatkan perekonomian nasional dengan mengedepankan produksi sendiri dan bukan impor, juga menjadi kebijakan yang harus segera diimplementasikan. “Jangan semua dari impor, yang selain harganya mahal tak terjangkau rakyat banyak, juga tidak menguatkan produksi nasional yang ditopang rakyat banyak,” kata dia.

Sebagaimana diketahui, Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 yang diluncurkan pekan lalu menyebutkan, angka kematian ibu (AKI) melonjak drastis  menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup. Sebelumnya, AKI dapat ditekan dari 390 per 100.000 kelahiran hidup (1991) menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI 2007). 

Dalam catatan LSM Internasional, Save the Children, angkat tersebut masih menempati posisi tertinggi di Asia. Sementara di sisi lain, target Tujuan Pembangunan Milenium (MDG’s) adalah  menurunkan AKI menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup, yang tampaknya sukar tercapai pada 2015 mendatang.

Menurut mantan Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Kartono Mohamad, perempuan Indonesia sangat progresif dalam menyelamatkan nyawa anak-anak mereka, tetapi tidak berdaya untuk menyelamatkan nyawa mereka sendiri, terutama saat melahirkan.

“Para Ibu ini terkendala oleh budaya yang mencegah perempuan membuat keputusan sendiri untuk menyelamatkan nyawa mereka sendiri,” ungkap Kartono, 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement