Senin 07 Oct 2013 18:17 WIB

Perppu Penyelamatan MK Dirumuskan Segera

Rep: Esthi Maharani / Red: Djibril Muhammad
Menko Polhukam Djoko Suyanto
Foto: Republika/Prayogi
Menko Polhukam Djoko Suyanto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) penyelamatan Mahkamah Konstitusi akan segera dirumuskan. Paling cepat, proses tersebut baru akan dimulai setelah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) APEC 2013 di Bali selesai.

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto mengatakan untuk merumuskan Perppu tidak bisa dilakukan secara terburu-buru.

Tetapi, ia menegaskan Perppu tersebut akan segera disusun pemerintah bersama DPR serta Mahkamah Agung. "Setelah KTT APEC baru Perppu akan dirumuskan," katanya, Senin (7/10).

Ia mengatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk saat ini harus berkonsentrasi untuk penyelenggaraan APEC 2013 di Bali. Perppu pun belum akan disentuh sampai APEC selesai.

Djoko pun kembali menegaskan dikeluarkannya Perppu pemerintah tidak menyalahi aturan. Ia mengatakan Perpu itu adalah hak dan kewenangan Presiden di dalam menetapkan peraturan pemerintah pengganti UU. Sebab itulah kewenangan yang diatur secara konstitusional oleh UUD 1945.

Munculnya Perppu pun bukan dilahirkan atas dasar emosi dan ketergesa-gesaan. "Jadi adalah tidak benar solah-olah ide ataupun niatan penetapan Peraturan Pemerintah pengganti UU itu dilahirkan hanya atas emosi dan ketergesa-gesaan. Ini adalah melalui suatu proses dan bukan ditetapkan oleh presiden sendiri," katanya.

Sebelumnya, sesuai kesepakatan dengan para pimpinan lembaga negara, yaitu Ketua MPR Sidharto Danusubroto, Ketua DPR Marzuki Ali, Ketua DPD Irman Gusman, Ketua Komisi Yudisial Suparman Marzuki, Ketua Mahkamah Agung (MA) M. Hatta Ali, dan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Purnomo, Presiden SBY akan menerbitkan Perpu sebagai salah satu langkah menyelamatkan MK pasca ditangkapnya Ketua MK, Akil Mochtar oleh KPK.

Menurut dia, yang lebih penting adalah menatap kehidupan demokrasi di tanah air. Ia mengingatkan, hakikat kehidupan negara di sebuah negara demokrasi adalah harus ada chek and balances. Harus ada suatu sistem dan pola pengawasan terhadap semua lembaga-lembaga negara yang ada.

"Tidak ada sebuah lembaga negara manapun yang dibiarkan tidak diawasi, atau tanpa pengawasan. Menurut istilah presiden adalah tidak boleh ada lembaga negara manapun uncheck sebagai konsekuensi dari kehidupan demokrasi yang check, saling check and balances," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement