REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah sudah siap menerapkan program transaksi pembelian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi secara nontunai dengan memakai kartu yang direncanakan pada Oktober 2013.
"Kami baru saja rapat persiapan akhir pembelian BBM nontunai," kata Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo usai rapat di Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (8/10).
Menurut dia, semua instansi yang terlibat termasuk perbankan sudah siap menjalankan program tersebut. "Kami akan jalankan secepatnya," ujarnya. Program pembelian BBM memakai kartu nontunai direncanakan dalam tiga tahap. Pertama adalah tahap pengenalan yakni pembelian BBM subsidi masih boleh memakai kartu apapun dengan target operasional mulai Oktober 2013.
Dalam tahap sosialisasi ini, bank juga akan menjual kartu BBM dengan nominal uang tertentu di SPBU. Pemerintah tidak mengeluarkan dana dalam tahap pertama ini. Investasi sepenuhnya dikeluarkan bank. Bank yang dilibatkan antara lain BNI, Mandiri, dan BRI.
Pemerintah akan mengujicobakan terlebih dahulu pemakaian kartu BBM nontunai di Jabodetabek, Bali, dan Batam. Pada tahap kedua adalah proses identifikasi yakni Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) akan mengeluarkan kartu yang di dalamnya memuat identitas pemilik kendaraan. Target pelaksanaan identifikasi mulai awal 2014.
Pada tahap kedua ini, pemerintah akan mengeluarkan dana pembuatan kartu. Tahap terakhir adalah pengendalian yakni pembatasan konsumsi BBM. Program BBM nontunai ditargetkan mengendalikan pemakaian BBM bersubsidi agar tidak melebihi kuota sebesar 48 juta kiloliter pada 2014.
Selain itu, upaya lainnya adalah menerapkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2013 secara konsisten, peningkatan pengawasan, dan kampanye pemakai BBM bersubsidi yang berhak.
Panitia Kerja Badan Anggaran DPR dan pemerintah menyepakati kuota BBM subsidi pada 2014 sebesar 48 juta kiloliter. Kuota itu terdiri dari premium sebanyak 32,46 juta kiloliter, minyak tanah 900 ribu kiloliter, dan minyak solar 14,6 juta kiloliter. Total belanja subsidinya sebesar Rp 210,7 triliun dengan asumsi harga minyak 105 dolar AS per barel dan kurs Rp 10.500 per dolar AS.