REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Kelompok terbesar kedua di dalam tubuh Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), Selasa (8/10), mendesak Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, agar menghentikan pertemuan dengan pejabat senior Israel.
Front Rakyat bagi Pembebasan Palestina (PFLP) mengatakan di dalam satu siaran pers, "Pertemuan semacam itu tak pernah menangani kepentingan rakyat Palestina atau perjuangan mereka bagi kebebasan, kemerdekaan dan hak untuk pulang." Ditambahkannya, pertemuan tersebut menyesatkan masyarakat internasional.
Pada Senin (7/10), Abbas bertemu di kantornya di Ramallah, Tepi Barat Sungai Jordan, dengan anggota Knesset (Parlemen) Israel, yang juga adalah anggota partai sayap-kiri Israel. Abbas dan Pemerintah Otonomi Nasional Palestina (PNA) sebelumnya telah memutuskan untuk menemui semua lapisan masyarakat Israel guna membujuk mereka agar mendukung berdirinya Negara Palestina Merdeka.
Pada Agustus, seorang pejabat senior Palestina mengumumkan Abbas membentuk satu komite khusus untuk mengadakan dialog damai dengan masyarakat Israel guna mendukung proses perdamaian dan dilanjutkannya pembicaraan perdamaian yang dirancang Amerika Serikat dengan Israel.
"Misi komite ini dikhususkan dalam mengadakan kontak dan dialog dengan bermacam partai dan kelompok Israel serta sivitas akademika dan kaum intelektua Israel," kata Abdullah Abdullah, anggota komite tersebut, seperti dilansir dari Xinhua, Rabu (9/10). Ia membela pembentukan komite itu sebab, menurutnya, sangat bermanfaat bagi rakyat Palestina.
Komite itu, yang disebut Komite Konfronstasi Politik, telah mengadakan serangkaian pertemuan dengan para pemimpin partai Israel, wakil media, dan sivitas akademika untuk menjelaskan keinginan Palestina untuk mewujudkan perdamaian yang adil dan menyeluruh antara kedua pihak.
Pembicaraan perdamaian langsung dilanjutkan pada akhir Juli antara Israel dan Palestina. Sejauh ini, sembilan babak pembicaraan telah diselenggarakan antara kedua pihak di bawah penajaan AS. Pejabat Palestina, termasuk Presiden, telah mengeluh secara tebruka bahwa tak ada kemajuan yang dicapai dalam masalah inti, yaitu perbatasan, keamanan dan permukiman.