REPUBLIKA.CO.ID, SERANG--Dinasti Ratu Atut Chosiyah saat ini dinilai menguasai hampir semua kekuasaan politik sekaligus ekonomi di Provinsi Banten. Monopoli itu mengakibatkan distribusi ekonomi yang ada di Banten menjadi tidak merata.
Pengamat ekonomi politik, Dahnil Anzar menjelaskan, ketidakmerataan distribusi ekonomi mengakibatkan kesenjangan tinggi sosial ekonomi di Banten saat ini. Hal itu dapat dilihat dari realita yang ada.
Pertumbuhan ekonomi secara fiskal dan makro sangat baik, bahkan mencapai angka 5-6 persen. Sementara pendapatan asli daerah menembus angka 5-6 triliun rupiah.
Hanya saja, lanjut Dahnil, capaian itu sangat bertolak belakang dengan realita ditingkat mikro. Kemiskinan di Banten menyentuh angka 5,74 persen. Sedangkan pengangguran menembus 10,10 persen pada Maret 2013.
“Angka ini (pengangguran) terbesar se-Indonesia,” katanya saat dihubungi Republika, Sabtu (12/10). Selain itu, sambungnya, angka gizi buruk di Banten juga memperoleh ‘prestasi’ paling atas di Jawa.
Dosen Universitas Sultan Agung Tirtayasa itu juga mengibaratkan kondisi pemerintahan yang ada di Banten saat ini. Misalnya dalam sebuah keluarga, seorang Ayah berpenghasilan sangat besar. Tetapi anak dan istrinya kelaparan, tidak pernah makan. “Ini aneh, pasti ada sesuatu yang salah,” ujarnya.
Bisa jadi, jelas Dahnil, ‘Sang Bapak’ menggunakannya untuk keperluan lain atau selingkuh. “Selingkuhannya ini adalah legislatif. Dan Bapaknya ya eksekutif itu,” katanya.