REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi II DPR RI Arif Wibowo mengatakan, praktik politik dinasti selama ini banyak terjadi. Makanya ia berharap Rancangan Undang-undang (RUU) Pilkada segera diselesaikan agar bisa diatur bagaimana pencegahan politik dinasti, Kamis, (17/10).
Diharapkan, ujar Arif, akhir tahun ini RUU Pilkada sudah selesai dibahas. Menurutnya menyelesaikan masalah pembagian pasal dan ayat lebih mudah sepanjang isu prinsipnya bisa diselesaikan.
"Pada dasarnya mekanisme untuk mencegah politik dinasti itu harus dilakukan tanpa harus melanggar hak konstitusi warga negara. Sebab setiap orang juga punya hak politik," kata Arif.
Menurut Arif, fraksi-fraksi di DPR sudah sepakat mencegah adanya praktik politik dinasti. Namun mereka masih memperdebatkan mekanisme untuk pencegahan praktik politik dinasti yang diusulkan pemerintah.
Dalam RUU Pilkada untuk mencegah praktik politik dinasti, Pasal 12 Huruf (p) disebutkan, calon gubernur tidak boleh memiliki ikatan perkawinan, garis keturunan lurus ke atas, ke bawah, dan ke samping dengan gubernur, kecuali ada selang waktu minimal satu tahun.
Lalu dalam Pasal 70 Huruf (p) disebutkan, calon bupati tidak mempunyai ikatan perkawinan, garis keturunan lurus ke atas, ke bawah, dan ke samping dengan gubernur dan bupati atau walikota, kecuali ada selang waktu minimal satu masa jabatan.
Sebenarnya, kata Arif, untuk mencegah munculnya dinasti politik harus diperberat syarat pencalonan kepala daerah. Ini perlu dilakukan agar kerabat kepala daerah tidak bisa begitu saja muncul menjadi calon kepala daerah selanjutnya padahal tidak memiliki pengalaman politik maupun pengalaman membuat kebijakan.