REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Karyawan PT Inovasi Teknologi Indonesia (ITI) Ijay Herno mengaku pernah mengantarkan uang untuk Irjen Polisi Djoko Susilo. Saat itu, Djoko masih menjadi Kepala Korlantas Polri dan juga Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) proyek pengadaan simulator uji klinik pengemudi roda dua (R2) dan roda empat (R4) tahun anggaran 2011.
Saat bersaksi dalam persidangan terdakwa Direktur PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (CMMA) Budi Susanto, Ijay menjelaskan pengiriman uang untuk Djoko. Ia mengatakan, mengirim uang itu bersama Direktur PT ITI Sukotjo S Bambang. Uang itu dibawa dari kantor ITI di Bandung. "Satu dus jumlahnya Rp 2 miliar. Diterima sama sespri Pak Djoko," kata dia di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa (22/10).
Menurut Ijay, semula uang itu berjumlah Rp 4 miliar. Ia sendiri membantu mengepak uang itu ke dalam kardus di kantor PT ITI. Ia mengatakan, uang itu dibagi ke dalam dua kardus bekas suku cadang sepeda motor, masing-masing berjumlah Rp 2 miliar.
Ijay mengaku baru pertama kali melihat uang miliaran rupiah. Ia bahkan mengaku sempat berfoto dengan uang itu. "Suruh foto-foto, pak. Di-upload ke Facebook," kata dia.
Setelah itu, Ijay bersama Sukotjo dan satu karyawan PT ITI beranjak menuju Jakarta. Dalam perjalanan, ia sempat melihat bosnya menerima telepon. Kemudian Sukotjo memerintahkan Ijay untuk berhenti di dekat pintu tol Pondok Gede. Tak lama kemudian, ia mengatakan, Budi datang ke lokasi. "Sama supir Pak Budi dipindahkan satu dus," ujar dia.
Ijay mengatakan, satu kardus tersisa kemudian dibawa ke Korlantas Polri. Ia bersama Sukotjo lalu ke ruangan Djoko, namun ia sedang tidak ada. Sehingga kardus berisi uang itu dititipkan kepada sekretaris pribadi Djoko, Erna. Sepengetahuan Ijay, Sukotjo kemudian mengonfirmasi pengiriman uang itu kepada Budi. "Ia dikonfirmasi ke Pak Budi," kata dia.
Anggota majelis hakim menanyakan maksud pemberian uang itu. Ijay mengaku sempat mengobrol dalam perjalan dengan bosnya. Ia mengatakan, Sukotjo menyebut uang Rp 2 miliar itu untuk Djoko terkait dengan proyek. "Katanya uang untuk proyek tender. Tendernya untuk simulator," kata dia.
Komisaris PT ITI, Sylvia Mariani Kusumaningrum, mengaku mengetahui adanya pengeluaran uang Rp 4 miliar. Istri Sukotjo itu mengaku diperintah suaminya untuk meminta bagian keuangan mencairkan dana Rp 4 miliar.
Ia mengatakan, bank kemudian mengirimkan dana tersebut. Sylvia mengawasi saat uang itu dibungkus dalam dua kardus."Setahu saya mau dibawa suami ke Korlantas," kata dia.
Bagian Keuangan PT ITI, Vivi juga membenarkan adanya pengeluaran uang Rp 4 miliar. Saat ia masih bekerja di perusahaan itu, pada 13 Januari 2011, Sukotjo meminta mencairkan dana tersebut. Vivi mengatakan, bank mengantarkan uang itu. Namun setelah serah terima uang, ia tidak tahu lagi diapakan uang Rp 4 miliar itu. "Saya serahkan. Ada Ibu Sylvia. Saya kembali ke ruangan," kata dia.
Namun, bukan kali itu saja ada pengeluaran uang Rp 4 miliar. Vivi mengatakan, ada lagi pengeluaran dengan jumlah yang sama pada 21 Februari 2011. Sama seperti yang pertama, Vivi tidak tahu uang itu akan diapakan. Ia hanya mendapat perintah dari Sukotjo untuk mengeluarkan dana dalam jumlah tersebut.
Menurut Vivi, uang-uang itu dicatat sebagai pengembalian ke PT CMMA. Karena sebelumnya, ia mengatakan, ada uang masuk selama periode 25 Agustus 2010-Juni 2011 ke rekening PT ITI senilai Rp 94,260 miliar. "Dari CMMA," kata dia.
Dalam surat dakwaan, disebut PT CMMA sebagai pemenang tender pengadaan simulator R2 dan R4. Pemenangan PT CMMA ini disebut sudah dikondisikan. PT CMMA kemudian mensubkontrakkan pekerjaannya pada PT ITI.
Dalam persidangan, Sylvia mengaku bersama karyawannya menyiapkan dokumen tender beberapa perusahaan sebagai pendamping PT CMMA. Ia mengatakan hanya dokumen PT CMMA yang terbaik agar perusahaan itu bisa memenangkan tender.
Sementara itu, Ijay mengaku bukan sekali mengirimkan uang yang dikemas dalam kardus. Ia mengaku pernah mengantarkan empat dus berisi uang ke rumah Budi. Namun, ia tidak mengetahui berapa jumlah uang dalam kardus tersebut. "Hanya dikasih tahu ini isinya uang," kata dia
Saat mengantarkan uang itu, Ijay mengaku tidak bertemu langsung dengan Budi. Ia hanya disambut pembantunya. Ijay kemudian memberitahukan situasi itu pada Sukotjo. Setahu dia, Sukotjo kemudian menghubungi Budi. Setelah itu, Ijay baru bisa menyimpan uang tersebut. "Saya antar ke ruang di atas. Kalau tidak salah lantai dua," kata dia.
Namun, Budi menyangkal mengenai pengiriman uang itu. Ia mengaku tidak pernah menerima uang itu. Ia malah menuding Ijay memberikan keterangan untuk membela Sukotjo. Mendengar tudingan itu, Ijay bergeming. "Tetap (pada keterangan sebelumnya," kata dia.