REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Bank Syariah Mandiri (BSM) Cabang Bogor meyakinkan pelayanan nasabah tetap berjalan normal kendati tiga petingginya ditahan Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri atas kasus kredit fiktif.
Supervisor Back Office BSM Cabang Bogor, Isya Shofwan, Kamis (24/5), mengatakan BSM Cabang Bogor tidak berwenang untuk menjelaskan kasus ini. "Kewenangan atas kasus ini sepenuhnya di Kantor BSM Pusat," kata Isya.
Ia menuturkan manajemen kantor cabang tetap berjalan meski ada pengalihan wewenang. Ia sendiri tidak menyebut ada kekosongan jabatan atau pengganti kepala cabang yang baru.
"Kasus ini sudah berjalan sejak beberapa waktu lalu. BSM pusat juga melakukan back up, kata Isya menjelaskan.
Pengajuan pinjaman pun tetap berjalan seperti biasa. Tidak ada perubahan prosedur atau dokumen yang dibutuhkan dalam pengajuan kredit.
Walau tetap ada kekhawatiran citra bank, Isya meyakinkan nasabah untuk tenang. Sebab, dana milik nasabah aman tidak akan terpengaruh atas kejadian ini.
Sejauh ini tidak terlihat adanya reaksi berlebihan dari nasabah. Aktifitas perbankan di BSM Cabang Bogor juga normal. "Sejauh ini tidak ada aksi tarik dana besar-besaran oleh nasabah," kata Isya.
Jika pun itu terjadi, ia mengatakan, BSM Cabang Bogor Insyaa Allah siap. Peningkatan aktifitas penarikan atau pemindahbukuan dana nasabah akhir bulan ini karena bertepatan dengan tanggal pengambilan gaji.
Pada Rabu (23/10) tim penyidik Dittipideksus menangkap satu lagi tersangka kasus kredit fiktif, Iyan Permana. Ia merupakan orang yang menghimpun data calon pengaju kredit.
Tiga tersangka yang merupakan pejabat BSM Cabang Bogor yakni MA, HH, dan JL sudah ditahan terlebih dulu. MA adalah Kepala BSM Cabang Bogor, HH adalah Kepala BSM Cabang Pembantu Bogor serta JL adalah Account Officer BSM Cabang Pembantu Bogor.
Kasus itu melibatkan 197 nasabah yang mengajukan kredit. Namun, 113 di antaranya ternyata fiktif. Total pembiayaan kredit fiktif itu mencapai Rp 102 miliar dengan potensi kerugian Rp 59 miliar.