REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah Profesor Yusuf Suyono menilai dakwah yang bersifat kultural mendesak dilakukan bagi organisasi kemasyaratan tersebut.
"Sebagaimana diamanatkan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsudin. Memang benar, itu (dakwah kultural, red.) bagi Muhammadiyah sudah mendesak," katanya di Semarang, Minggu malam.
Hal itu diungkapkannya saat dialog budaya "Khasanah Budaya Sebagai Dakwah Kultural" memperingati Milad Ke-104 Muhammadiyah yang diprakarsai Pengurus Daerah Muhammadiyah Kota Semarang.
Menurut Yusuf, pengertian dakwah kultural adalah menanamkan nilai-nilai Islam dalam seluruh dimensi kehidupan dengan memperhatikan potensi dan kecenderungan manusia sebagai makhluk budaya.
"Seperti halnya yang dilakukan Walisongo. Kita harus akui islamisasi nusantara bisa berhasil karena dai-dainya melakukan pendekatan kultural dalam berdakwah, bukan teologis," katanya.
Pengajar ushuluddin IAIN Walisongo Semarang itu menjelaskan Walisongo menyebarkan syiar Islam di tanah Jawa melalui berbagai media budaya, seperti wayang, gamelan, dan tembang-tembang Jawa.
Walisongo, kata dia, memasukkan nilai ajaran Islam ke dalam media budaya, misalnya, tembang dolanan "Sluku-Sluku Bathok" yang sebenarnya berasal dari bahasa Arab dan mengandung ajaran keislaman.
"Orang Jawa ketika itu kan susah melafalkan bahasa Arab, kemudian digampangkan pelafalannya lewat syair-syair lagu semacam itu. Sekarang pun, dakwah kultural harus tetap dilakukan," katanya.
Muhammadiyah, kata dia, sebenarnya melakukan dakwah kultural sebagaimana dicontohkan pendirinya, K.H. Ahmad Dahlan, memilih berpakaian Jawa, bukan berpakaian seperti layaknya bangsa Arab.
"Saya tidak mengerti, dulu-dulu itu (Muhammadiyah, red.) menggunakan dakwah kultural, tetapi sekarang kok 'kayak' anti. Oleh karena itu, memang benar dakwah kultural bagi Muhammadiyah mendesak," kata Yusuf.
Senada dengan itu, budayawan yang juga tokoh Muhammadiyah Prof. Abu Su'ud mengungkapkan dakwah bisa dilakukan dengan berbagai cara, termasuk dengan menggunakan budaya sebagai medianya.
"Sewaktu saya jadi ketua (Ketua PW Muhammadiyah Jateng, red.) pernah nanggap gamelan di acara Muhammadiyah, memang banyak tentangan. Ada yang bilang saya ini aneh-aneh 'ngundang' ronggeng," katanya.
Padahal, kata dia, lirik-lirik yang dinyanyikan sebenarnya shalawat, menggunakan bahasa Arab, dan mengandung ajaran keislaman yang disampaikan lewat sarana budaya tradisional, yakni gamelan.
"Mereka banyak yang belum paham. Dakwah itu bisa dilakukan dengan berbagai cara, termasuk lewat budaya seperti yang dilakukan Walisongo. Itu hanya sebagai cara, bukan menjadi tujuan," kata Abu Su'ud.