REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Badan Reserse Kriminal Mabes Polri mengungkap modus baru pemberian suap atau gratifikasi melalui polis asuransi.
Modus pemberian suap dilakukan oleh Kasubdit Penindakan dan Penyidikan Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok, yakni Heru Sulastiyono (HS) dan Komisaris PT Tanjung Utama Jati Yusron Arif (YA).
"Ini merupakan modus operandi baru dalam mengaburkan atau mengalihkan pidana pencucian uang," kata Kasubdit Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Direktorat Tindak Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Kombes Agung Setya saat konferensi di Mabes Polri, Jakarta, Selasa.
Agung menjelaskan Yusron berusaha mengaburkan uang gratifikasi melalui polis asuransi yang bisa diklaim kapan saja oleh Heru.
Dia menyebutkan polis asuransi tersebut berjumlah 11 dengan atas nama 11 perusahaan yang dimiliki Yusron dan diduga satu polis asuransi bernilai Rp400 juta-Rp500 juta.
"Tapi, polis asuransi ini sudah dicairkan sebelum jatuh tempo oleh HS, sehingga terkena potongan penalti," katanya.
Meski terkena penalti senilai Rp1,2 miliar, Agung mengatakan, Heru tidak mengalami kerugian karena ia diduga telah mencairkan Rp 5 miliar.
Selain itu, dia mengatakan Heru diduga menerima sejumlah uang dan barang bukan atas namanya, tetapi `office boy`, tukang kebun dan orang-orang kepercayaan Yusron.
Dia menyebutkan ada sejumlah barang bukti yang disita saat penangkapan, yakni polis asuransi, buku tabungan, dokumen transaksi, dokumen perusahaan, satu unit "air soft gun", enam unit telepon genggam dan dua unit mobil, yakni Ford Everest dan Nissan Terano.
Dia menjelaskan pemberian gratifikasi tersebut karena Heru telah berperan dalam memberikan usulan untuk membuat 10 perusahaan yang ditutup operasinya sebelum satu tahun agar tidak terkena audit Ditjen Bea dan Cukai.
Diketahui, Yusron hanya memiliki satu perusahaan yang terdaftar dalam Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, yakni PT Tanjung Utama Jati.
Agung mengatakan 10 perusahaan itu bergerak dibidang mainan, aksesoris, spare part mesin, bijih plastik dan lainnya yang seharusnya dilakukan audit. "Akan tetapi, dia tutup perusahaan lama dan buat perusahaan baru agar tidak ditemukan," katanya.
Dia mengatakan pengungkapan modus tersebut merupakan hasil dari penyelidikan selama satu bulan yang didukung Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan ( PPATK) setelah menduga ada informasi tersebut satu tahun lalu.