REPUBLIKA.CO.ID, TEPI BARAT -- Seorang pejabat gerakan Fatah, Abbas Zaki, mengatakan kemungkinan pihaknya membawa kasus kematian pemimpin Palestina, Yasser Arafat, ke Pengadilan Pidana Internasional.
“Kami akan terus buru kasus kriminal ini. Pembunuhan Yasser Arafat adalah kejahatan abad ini,” katanya seperti dilansir dari laman AP, Kamis (7/11).
Stasiun TV Aljazeera, Rabu (6/11), telah mempublikasikan laporan penelitian tim ilmuwan Swiss yang mengungkap penyebab kematian Yasser Arafat.
Dalam laporan yang berjumlah 108 halaman itu disebutkan, hasil uji terhadap sampel dari makam Arafat di Tepi Barat menguatkan bukti pemimpin Palestina itu kemungkinan telah diracun dengan zat radioaktif. “Hasilnya cukup menguatkan dalil bahwa kematian Arafat adalah akibat dari keracunan polonium-210,” tulis laporan itu yang dikutip Kamis (7/11).
Polonium adalah zat langka dan sangat mematikan. Korban kercunan zat ini yang paling terkenal adalah Alexander Litvinenko, seorang agen KGB yang membelot dari Kremlin. Ia meninggal di London pada 2006 lalu, setelah meneguk teh yang telah dicampur dengan bahan kimia berbahaya ini.
Temuan yang dilaporkan kemarin tampaknya menjadi yang paling signifikan dalam penyelidikan kematian Arafat sejauh ini. Investigasi itu sendiri awalnya diprakarsai oleh janda pemimpin Palestina itu, Suha Arafat, dan stasiun TV satelit Aljazeera.
Penyelidikan terhadap penyebab kematian Arafat dimulai pada November tahun lalu. Tepatnya, ketika Institut Fisika Radiasi Swiss menemukan sisa-sisa polonium-210 pada beberapa barang milik Arafat. Mereka kemudian mengambil sampel tanah dan tulang dari makam Arafat di Tepi Barat untuk diteliti.
Arafat meninggal secara misterius di sebuah rumah sakit militer Perancis pada 2004, tepat satu bulan setelah ia jatuh sakit ketika Israel mengepung kompleks Tepi Barat. Para pejabat Palestina telah lama menuding Israel meracuni pemimpin mereka itu. Namun tudingan tersebut dibantah oleh pihak Israel.