Rabu 13 Nov 2013 16:41 WIB

Produksi Sawit Indonesia Turun

Rep: Meiliani Fauziah/ Red: Nidia Zuraya
Pekerja memanen tandan buah segar kelapa sawit.  (ilustrasi)
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Pekerja memanen tandan buah segar kelapa sawit. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penurunan produksi sawit terjadi tahun ini. Sekjen Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono mengatakan rata-rata pengusaha melaporkan penurunan produksi sebesar 15 hingga 20 persen. "Ini siklus 5 tahunan," ujarnya saat konprensi pers di kantor Gapki, Rabu (13/11).

Hujan yang terjadi hampir sepanjang tahun dikatakan menjadi salah satu penyebab turunnya produksi. Namun meskipun produksi turun, eskpor kelapa sawit mengalami kenaikan dibandingkan tahun lalu sebesar 18,2 juta ton. Hingga akhir tahun, ekspor sawit diprediksi mencapai 18,5 hingga 19 juta ton. 

Pengusaha berharap produksi sawit segera kembali normal.  Saat ini masih banyak tanaman sawit usia muda yang bisa dipanen. Produksi dikatakan mulai membaik. 

Direktur PT Perkebunan Minaga Ogan, Mona Surya mengatakan pengusaha sawit juga terus mengupayakan perbaikan mutu produk sawit ramah lingkungan. Sesuai mandat pemerintah, perusahaan wajib mendapatkan sertifikasi minyak sawit berkelanjutan atau Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). Sertifikasi ini diharapkan bisa memperbaiki citra produk kelapa sawit milik Indonesia.

Pengusaha juga terus melakukan pendekatan dengan pasar Eropa dan Amerika. Data Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO) menunjukkan produksi minyak sawit bersertifikasi ramah lingkungan (Certified Sustainable Palm Oil/CSPO) mencapai 9 juta ton per tahun.

Komisaris PTPN IV, Tungkot Sipayung mengatakan sejauh ini sertifikasi RSPO belum memberikan keuntungan yang siginifikan. Padahal produsen berharap dengan mendapatkan sertifikasi harga bisa naik sekitar 50 persen. Ia pun masih  melihat bahwa belum ada pemisahan yang jelas antara produk sawit bersertifikasi dengan yang tidak bersertifikasi. Di pelabuhan di Mumbai, India dan Shanghai misalnya, ia melihat tidak ada pemisahan CSPO dengan minyak sawit biasa.

Sebagai bahan mentah, seharusnya minyak sawit belum perlu disertifikasi. Dalam pandangannya, sertifikasi cukup dikenakan pada produk turunan atau olahan kelapa sawit. "Sampai sekarang belum ada dampaknya pada harga, padahal kita keluar biaya yang cukup besar," katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement