REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Israel, tanpa ada tekanan, tiba-tiba menghentikan rencana pembangunan permukiman baru.
Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu ternyata memilih menghentikan pembangunan 24 ribu unit baru daripada kehilangan negara sahabat.
Menurut Netanyahu, ia takut rencana pembangunan ini membuat Israel terkucil dan menerima banyak kecaman internasional. Sehingga melemahkan lobi Israel untuk menghentikan negosiasi nuklir Iran.
Awalnya, Kementerian Perumahan Israel, mengumumkan rencana pembangunan peemukiman. Tindakan ini mengancam negosiasi damai dengan Palestina dan mendapat kecaman dari para pejabat Washington.
Hingga kemudian, Netanyahu mengatakan ia telah meminta Menteri Perumahan, Uri Ariel, mempertimbangkan kembali rencana itu. Ia menggarisbawahi, Ariel anggota Home Party yang pro pemukiman, menyusun rencana tanpa koordinasi.
Padahal tindakan itu, ia mengatakan, membuat konfrontasi yang tak perlu dengan masyarakat internasional. Padahal Israel sedang berupaya membujuk masyarakat internasional untuk membuat kesepakatan yang lebih baik dengan Iran.
Sementara itu rilis itu menyebutkan, Ariel menerima permintaan Netanyahu tersebut. Selama ini rakyat Palestina bermimpi memiiki negara merdeka di wilayah Tepi Barat, Yerusalem Timur dan Jalur Gaza.
Namun Israel menganeksasi wilayah itu ketika terjadi perang tahun 1967. Israel bahkan menyalahi aturan internasional dengan mendirikan permukiman di wilayah pendudukan.
Saat ini sekitar 500 ribu warga Israel tinggal di Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Sehingga, Palestina menilai rencana pembangunan kembali pemukiman adalah itikad buruk. Padahal di saat yang sama kedua negara itu sedang menggelar negosiasi damai.
Kementerian Perumahan Israel menolak menyatakan jumlah pemukiman baru tersebut. Namun kelompok pengawas antipembangunan permukiman, Peace Now, menyatakan rencana itu melibatkan pembangunan 20 ribu unit apartemen di Tepi Barat dan 4 ribu di Yerusalem Timur.
Peace Now, lembaga yang memantau kegiatan itu juga mencatat pemerintah Netanyahu telah menyetujui pembangunan 3.500 rumah baru semenjak Maret lalu. Saat ini pemerintah juga mempromosikan rencana pembangunan 9 ribu rumah tambahan.
Kepala tim perundingan Palestina, Saeb Erekat, menegaskan jika Israel menerapkan rencana itu maka menjadi akhir dari negosiasi perdamaian.
Ia mengaku telah mendapat instruksi presiden untuk menghubungi AS, Rusia, Uni Eropa, Liga Arab dan PBB untuk menyatakan penolakan.Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS, Jen Psaki mengaku Gedung Putih lengah atas keputusan Israel itu. AS pun menuntut Israel menjelaskan keputusan itu.
Ia juga menyatakan, posisi AS jelas yaitu menolak pembangunan pemukiman. AS juga meminta kedua belah pihak mengambil langkah-langkah yang menciptakan suasana positif di tengah negosiasi.
Sebelumnya, di bawah tekanan AS, Palestina tampak tak mempersoalkan penghentian pembangunan pemukiman. Palestina juga mengaku mendapat jaminan dari Israel pembangunan akan dibatasi.
Israel pun berusaha membujuk tetangganya itu untuk bernegosiasi dengan rencana membebaskan 104 tahanan warga Palestina. Akan tetapi dua pekan lalu, negosiasi memburuk setelah Israel berencana membangun ribuan rumah baru di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.
Menteri Luar Negeri AS, John Kerry, dalam sebuah wawancara dengan TV Israel, mengatakan pembangunan pemukiman itu menimbulkan tanda tanya. Khususnya, menurut dia sejauh mana keseriusan Israel dalam mengerja upaya perdamaian di kawasan.