REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Parlemen Turki mencabut larangan bagi legislator perempuan mengenakan celana panjang di ruang sidang, satu langkah lanjut liberalisasi aturan pakaian menyusul keputusan diperbolehkannya anggota perempuan untuk mengenakan jilbab.
Seorang anggota parlemen dari oposisi Partai Rakyat Republik (CHP), Safak Pavey, menyoroti masalah pelarangan mengenakan celana panjang dalam sebuah debat parlemen terkait isu jilbab, yang sudah lama menimbulkan perbedaan pendapat di negara sekuler yang berpenduduk mayoritas Muslim itu.
Pavey yang terpilih pada Juni 2011 mengenakan kaki prostetik namun parlemen menolak permintaannya untuk diizinkan mengenakan celana panjang karena aturan parlemen menyebutkan bahwa perempuan harus mengenakan jas dengan rok.
Partai berkuasa Partai AK yang dipimpin Perdana Menteri Tayyip Erdogan yang memiliki akar Islam, mengusulkan dikendorkannya aturan mengenai celana panjang dan partai oposisi - CHP yang sekuler, pro-Kurdi BHP serta nasionalis MHP - mendukung rencana tersebut.
Parlemen menyetujui usulan tersebut pada Rabu.
Parlemen Turki menyaksikan pemandangan bersejarah pada akhir Oktober lalu ketika empat anggota parlemen perempuan dari AKP untuk pertama kalinya mengenakan jilbab di ruang sidang.
Jilbab oleh para pendukung sekularis dilihat sebagai simbol Islam politis dan oleh karenanya menjadi ancaman bagi identitas republik sekluler tersebut. Namun Partai AK berkilah bahwa pelarangan tersebut melanggar prinsip kebebasan beragama.
Pendukung sekularis hanya melakukan sedikit protes atas langkah tersebut, menggarisbawahi perubahan sikap di Turki terkait agama setelah lebih dari satu dasawarsa AKP berkuasa. Selain di parlemen, pelarangan jilbab juga dicabut di institusi pemerintah lain.