REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sabtu siang, 16 November 2013, rintik hujan menggerimisi kawasan Ciganjur. Untuk kali terakhirnya, komunitas Sekolah Alam Indonesia menginjakkan kakinya di lahan sewa di Jalan Anda 7X Ciganjur yang telah ditempatinya selama 13 tahun.
Sekolah Alam Indonesia (SAI) mulai Senin (18/11) akan pindah ke lahan milik sendiri yang berlokasi di Jalan Pembangunan 51 Cipedak.
‘’Rasanya sedih karena banyak memori indah di sini. Saya di sini dari tahun 2005, saya sampai hafal pohon-pohon yang pernah ditebang karena kondisinya sudah rapuh,’’ kata Guru SD 4 SAI, Siti, kepada Republika Online (ROL), Sabtu (16/11). ‘’Tapi, sedih itu sudah berlalu. Anak-anak kini lebih bahagia karena memiliki lahan sendiri. The show must go on.’’
Yendi Septi Yendi, guru yang bergabung bersama SAI sejak 2009, pun mengaku sedih karena harus meninggalkan banyak kenangan manis di lahan sekolah seluas 7.300 meter persegi tersebut.
‘’Tapi, ada rasa senang juga karena kita punya lahan sendiri. Meski infrastrukturnya masih kalah jauh, kalau punya sendiri itu rasanya beda,’’ kata Yendi.
Sedih Senang
Kesedihan ikut dirasakan oleh para orang tua siswa (OTS) SAI. Iin Rustina, OTS yang belum genap setahun gabung SAI, mengaku sedih bercampur senang karena SAI pindah dari Ciganjur ke ‘rumah’ sendiri.
Puji, OTS asal Surabaya, juga mengaku sedih meski lebih merasa bahagia karena SAI kini punya lahan sendiri.
‘’Sedih karena kenangannya nggak bisa langsung dilupakan,’’ kata Puji. ‘’Iya, sedih banget, tinggal sehari lagi di sini,’’ timpal Nurul Fithrati, OTS lainnya.
Para murid sudah merasa nyaman sehingga sulit berpisah dari kampus Ciganjur. Hanifa, siswa SD 5, mengaku berat pindah ke Cipedak karena sudah nyaman dengan kondisi sekolah di Ciganjur.
Hayaa’, teman sekelas Hanifa yang mengenakan cadar, merasakan hal serupa. ‘’Sedih karena sudah pewe. Kalau pindah, adaptasi lagi,’’ kata Hayaa’.
Adik kelas mereka relatif tidak ikut terbawa kesedihan. Mima, anak vokalis Fadly ‘Padi’ yang duduk di kelas SD 1, mengaku tidak sedih harus pindah dari Ciganjur.
‘’Aku tidak sedih,’’ celetuk Mima yang langsung ditimpali celotehan teman sekelasnya Adzki, Nasya, dan Naima ketika ROL menanyakan perasaan mereka.
Hari Perpisahan
Pada Sabtu siang itu, acara bertajuk ‘SAI Move On: Goodbye Ciganjur, Welcome Cipedak’ pun digelar di lahan Ciganjur guna mengenang hari perpisahan tersebut.
Berbagai acara dihelat mulai dari bazar kuliner, aneka permainan, mainan tradisional, kerajinan tangan hingga jualan barang bekas berkualitas alias barbeku.
Sebagian pendapatan dari kegiatan tersebut disumbangkan untuk dana program pembangunan sekolah baru yakni program ‘Menjemput Sekolah Impian (MSI)’. Dana MSI salah satunya digunakan untuk pembelian lahan Cipedak seluas 4.800 meter persegi yang baru terbayarkan 60 persennya atau Rp 2,6 miliar.
Para siswa berkeliling menjajakan barang dagangan untuk penggalangan dana MSI. Ada pula yang berkeliling mengedarkan ‘Kotak Infaq Lahan’ sambil menyerukan,’Ayo infaq lahan, modal ke Surga’.
Siswa-siswa menumpahkan perasaan isi hatinya lewat coretan tulisan pada spanduk. ‘‘I Will Miss You, SAI Ciganjur,’’ tulis seorang siswa bernama Najmi. Pamflet bertema move on pun bertebaran. ‘’Bekicot aja move dan punya rumah sendiri, masa kita nggak?’’ bunyi salah satu pamflet.
Pusat acara terkonsentrasi pada ‘Panggung Komunitas’ yang terletak di barat lapangan. Para siswa, guru hingga OTS unjuk gigi menampilkan pentas seni.
Hari menjelang sore ketika rintik hujan telah berhenti dengan meninggalkan jejak basah pada tanah. Untuk kali terakhirnya, SAI menjejakkan kakinya di lahan Ciganjur yang telah ditempatinya selama 13 tahun. Goodbye Ciganjur, Welcome Cipedak!!