Senin 18 Nov 2013 06:45 WIB

KH Tubagus Muhammad Falak, Ulama Besar dari Bogor

Rep: Afriza Hanifa/ Red: Heri Ruslan
KH Tubagus Muhammad Falak
Foto: http://kumpulanbiografiulama.files.wordpress.com
KH Tubagus Muhammad Falak

REPUBLIKA.CO.ID, Bogor pernah memiliki ulama besar ahli falak. Begitu ahlinya beliau dalam menguasai ilmu falak membuat gurunya memberi gelar “Falak”. Ialah KH Tubagus Muhammad Falak. Kiai kelahiran Banten itu memilih berdakwah di Bogor bahkan mendirikan Nadlatul Ulama di kota hujan tersebut.

Kiai lahir pada tahun 1842 di Srabi, Pandeglang, Banten. Saat lahir, kyai bernama Abdul Halim, lalu berganti nama menjadi Abdul Haris. Baru kemudian setelah dewasa ia bernama Tubagus Muhammad dan bergelar Falak dari gurunya, Syekh Sayyid Afandi Turuqi.

Beliau lahir di tengah keluarga kyai. Sang ayah, KH. Tubagus Abbas merupakan kyai ternama di Banten dan pemimpin Ponpes Sabi. Kyai juga masih berdarah biru. Baik ayahnya maupun ibunda, Ratu Quraisyn, merupakan keturunan kesultanan Banten. Tak hanya itu, sang ayahanda juga memiliki garis keluarga dari Sultan Banten yang merupakan putra Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati).

Pendidikan pertama Kiai Falak berasal dari sang ayah. Sejak kecil, kiai telah belajar beragam cabang ilmu agama. Kemudian di usia yang sangat belia, 15 tahun, kyai juga telah menjadi pengembara ilmu dengan mendalami ilmu kepada ulama-ulama besar di Banten dan Cirebon. Di usia yang sama, kiai juga bertolak ke Makkah untuk menyempurnakan ilmu agamanya.

Usia kiai sangat muda saat ke tanah suci. Ia pun kemudian tinggal di Makkah bersama gurunya yang berasal dari Indonesia, Syekh Abdul Karim Banten. Di kota kelahiran Islam, kiai kemudian mempelajari ilmu dari beberapa ulama ternama, seperti Syekh Nawawi Al-Bantany dan Syekh Mansur Al-Madany. Selain dari ulama Indonesia, kiai juga belajar kepada Sayyid Amin Qutbi untuk ilmu hadis, Sayyid Abdullah Jawawi untuk ilmu tasawuf, Sayyid Affandi Turki untuk ilmu falak, Sayyid Ahmad Habasy dan Sayyid Umar Baarum untuk ilmu fikih, dan lain sebagainya.

Setelah cukup lama belajar di Makkah, sekitar 21 tahun, kiai sempat pulang ke Tanah Air. Saat pulang, tanah air tengah dikuasai kolonial. Kiai pun sempat memimpin perlawanan kelompok petani atas penjajah di Banten. Namun kemudian pada tahun 1892, kiai kemudian kembali lagi ke Makkah. Ia baru kembali lagi ke tanah air pada awal abad ke-20.

Ketika pulang kembali ke kampung halaman, kiai mulai fokus dalam dakwah Islam. Saat itulah, kiai kemudian berdakwah hingga ke Kota Bogor. Di desa Pagentongan, kiai kemudian mendirikan Ponpes Al Falak. Kiai juga membangun Nadlatul Ulama cabang Bogor.

Di Bogor pula, kiai baru membangun rumah tangga bersama Siti Fatimah. Dari pernikahan tersebut lahir seorang putra, Tubagus Muhammad Thohir yang kemudian menjadi penerus kiai menjadi juru dakwah di Bogor.

Di Pagentongan, kyai Falak menghabiskan sisa usianya dengan berdakwah. Kiai juga sempat terlibat dalam perjuangan nasional. Ia terlibat dalam pergerakan nasional. Setelah usianya mencapai 130 tahun, kiai menghembuskan nafas terakhir. Tepatnya pada hari Rabu, 19 Juli 1972 Masehi atau 8 Jumadil Akhir 1392 Hijriah.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement