REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Air minum isi ulang di Yogyakarta dinilai rawan dipalsukan sehingga membahayakan kesehatan masyarakat. Hal itu terjadi karena pengawasan pemerintah masih lemah terhadap bisnis Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU).
Lembaga Ombudsman Swasta Yogyakarta menilai buruknya kualitas sumber air memicu pertumbuhan DAMIU. Namun, kualitas kelayakan air minum dari DAMIU masih dipertanyakan sebab pengusaha mangkir dari izin standar kesehatan.
"Data dari Dinkes Kota Yogyakarta mencatat pada 2012 sebanyak 24 depot atau 28,6 persen menjual air minum yang mengandung E.coli," ujar Kepala Bidang Pendidikan dan Pengembangan LOS Yogyakarta, Nursyabani Purnama, Jumat (22/11).
Pengawasan dari lembaga terkait dinilai diperlukan untuk menjamin kesehatan. Sayangnya, pengawasan dari otoritas masih lemah. Hal itu terbukti dengan tidak adanya penindakan tegas terhadap pengusaha yang tidak memiliki izin.
Sejumlah DAMIU di Kabupaten/Kota Yogyakarta ditemukan tidak memiliki sertifikat kesehatan dan izin usaha. Di Sleman, dari 126 depot yang terdata, hanya ada 12 depot yang memiliki izin. Akan tetapi, izin yang masih berlaku hanya dimiliki tujuh depot.
Sementara itu, Dinas Kesehatan Kulonprogo mencatat, ada sembilan depot air minum isi ulang. Akan tetapi, semua DAMIU tersebut belum memiliki izin usaha. Bahkan, pengusaha DAMIU belum bergabung dalam asosiasi yang memudahkan pengawasan pemerintah.
Kepala Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen BBPOM Yogyakarta Dyah Sulistyorini mengakui pihaknya masih mengawasi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) di tingkat provinsi.
Saat ini, belum ada BBPOM di tingkat kabupaten/kota. "Cakupan kami belum sempurna, sehingga satu atau dua masih lolos pengawasan," ujarnya.
Sampai saat ini, BBPOM mencatat belum ada penarikan produk AMDK di Yogyakarta. Namun, Dyah membantah tidak ada pengawasan dan sanksi tegas kepada pengusaha.
"Bagi pelanggar, kami berikan peringatan pertama yang meminta distributor melakukan perbaikan sampai ada peringatan keras dan kami menarik produknya," ungkap Dyah.