REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wapres Boediono menjelaskan perihal kebijakan untuk mengeluarkan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJB) terkait krisis 2008. Ia menegaskan FPJP adalah satu-satunya cara untuk menangkal risiko sistemik yang mungkin ditimbulkan ketika krisis terjadi.
Apalagi pemerintah waktu itu, tidak mengambil kebijakan blanket guarantee seperti yang dilakukan oleh negara sahabat untuk mengatasi persoalan yang sama.
"Pada Oktober 2008, ada berbagai negara yang menerapkan blanket guarantee yakni kebijakan untuk menjamin semua deposito di semua bank. Itu adalah kebijakan untuk menangkal systemic risk. Kita putuskan tidak menerapkan itu. Karena itu, satu-satunya cara, ya mengamankan bank-bank jangan sampai jatuh dan menimbulkan systemic risk," katanya, Sabtu (23/11).
Menurutnya, sebagai Gubernur Bank Indonesia kala itu beserta dewan gubernur, berkeyakinan, instrumen yang utama dan mungkin satu-satunya adalah mengeluarkan FPJP untuk menangkal timbulnya risiko sistemik. Karena itu, diambil kebijakan untuk melakukan revisi dari ketentuan FPJP untuk menghadapi krisis.
"Saya merasakan, apa yang kami lakukan bersama dengan Menteri Keuangan, dalam KSSK, pada waktu keadaan sudah begitu darurat sehingga kalau Bank Century dibiarkan akan rontok dan menimbulkan dampak sistemik berupa pengaruh domino kepada bank lain," katanya.
Waktu itu, tambah dia, BI melakukan pengambilalihan dari Bank Century. Disebut pengambilalihan karena pemegang yang lama sudah tidak ada lagi di sana. Sedangkan jika bailout maka pemegang saham lama masih ada dan bank tersebut diinjeksi oleh pemerintah. "Tapi ini diambil alih ke bank, pemegang sahamnya, sahamnya nol, bukan untuk mem-bailout pemegang saham yang lama," katanya.
Dengan kebijakan tersebut, ia mengatakan, Indonesia pun bisa melewati badai krisis global dengan selamat. Memasuki 2009 bahkan 2012, bank dan ekonomi Indonesia cukup mantap. Bahkan pertumbuhan ekonomi terbilang tinggi. Yaitu kedua di kelompok G-20 dan kedua dari Cina.