Jumat 20 Dec 2013 18:08 WIB

Gakopti: BPS Pernah Salah Tampilkan Data Kedelai

Rep: Meiliani Fauziah/ Red: Djibril Muhammad
BPS
BPS

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) masih berupaya menggenjot produksi kedelai dalam negeri. Apabila ketersediaan kedelai dalam negeri mencukupi, harapannya impor kedelai dapat berkurang.

Ketua II Gakopti (Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia), Sutaryo Bin Daan mengingatkan sebaiknya upaya ini didasarkan pada data yang tepat.

Selama ini Kementan mengklaim terdapat 850 ribu kedelai yang bisa diserap pengrajin tahu tempe. Untuk itu impor kedelai yang dibutuhkan hanya 1,7 juta ton per tahun.

Namun kenyataannya, pengrajin kesulitan mendapatkan kedelai lokal. Jumlah kedelai maksimal yang didapatkan sebesar 300 ribu ton. Kedelai ini pun langsung diserap habis oleh pasar.

"Bagi pengrajin yang penting tersedianya bahan baku yang baik harga terjangkau baik kedelai lokal maupun impor dengan harga yang stabil," ujar Sutaryo, Jumat (20/12).

Apabila swasembada kedelai ingin diwujudkan, sebaiknya dimulai dengan data yang benar. Apalagi jika peningkatan produksi yang dilakukan tidak berhasil.

Kalau data yang ada tidak dibenahi sementara pemerintah berkeras mengurangi impor kedelai, konsumen tentu akan dibebani dengan harga yang tinggi.

Kementan disarankan untuk mengecek kebenaran data dan angka produksi kedelai lokal, apakah sesuai atau tidak dengan yang terjadi di lapangan. Badan Pusat Statistik (BPS) menurut dia cukup terbuka untuk koreksi data.

Sebagai contoh, paska demo kedelai tahun 2008 pemerintah memberi subsidi harga kedelai kepada pengrajin tahu-temper dengan potongan harga sebesar Rp 1000 per kilogram (kg).

Saat itu jumlah pengrajin tahun tempe se-DKI Jaya menurut perhitungan BPS berjumlah 1600 orang. Padahal berdasarkan data Primpkopti se-DKI, saat itu jumlahnya mencapai 5 ribu orang. "Akhirnya Kementerian Perindustrian dan BPS setuju dengan data yang saya ajukan," katanya.

Data Kedelai Lokal :

2008: 775.000 ton

2009: 970.000 ton

2010: 907.000 ton

2011: 819.000 ton

2012: ± 850.000 ton

Jumlah: 4.325.000 ton.

*Rata-rata 865.000 per tahun

Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا ضَرَبْتُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ فَتَبَيَّنُوْا وَلَا تَقُوْلُوْا لِمَنْ اَلْقٰىٓ اِلَيْكُمُ السَّلٰمَ لَسْتَ مُؤْمِنًاۚ تَبْتَغُوْنَ عَرَضَ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا ۖفَعِنْدَ اللّٰهِ مَغَانِمُ كَثِيْرَةٌ ۗ كَذٰلِكَ كُنْتُمْ مِّنْ قَبْلُ فَمَنَّ اللّٰهُ عَلَيْكُمْ فَتَبَيَّنُوْاۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرًا
Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah (carilah keterangan) dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan ”salam” kepadamu, ”Kamu bukan seorang yang beriman,” (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan dunia, padahal di sisi Allah ada harta yang banyak. Begitu jugalah keadaan kamu dahulu, lalu Allah memberikan nikmat-Nya kepadamu, maka telitilah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.

(QS. An-Nisa' ayat 94)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement