Senin 02 Jun 2025 10:07 WIB

IHSG Berpeluang Menguat Terbatas, Pasar Nantikan Data Inflasi dan Neraca Dagang

Data IHK dan PMI jadi fokus investor di tengah pekan perdagangan pendek.

Karyawan melintas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta, Selasa (8/4/2025).
Foto: Republika/Prayogi
Karyawan melintas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta, Selasa (8/4/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Senin (2/6/2025) diperkirakan berpeluang menguat terbatas seiring pelaku pasar mencermati data inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Indonesia periode Mei 2025. IHSG dibuka melemah 41,33 poin atau 0,58 persen ke posisi 7.134,49. Sementara itu, kelompok 45 saham unggulan atau Indeks LQ45 turun 9,68 poin atau 1,19 persen ke posisi 805,08.

“IHSG berpeluang menguat terbatas pada awal pekan ini,” tulis Tim Riset Lotus Andalan Sekuritas dalam kajiannya di Jakarta, Senin (2/6/2025).

Baca Juga

Dari dalam negeri, perdagangan pekan ini hanya berlangsung selama empat hari, dari Senin hingga Kamis, karena Jumat libur nasional dalam rangka perayaan Hari Idul Adha.

Dalam pekan perdagangan yang singkat ini, sejumlah data ekonomi penting akan dirilis. Di antaranya, S&P Global akan mengumumkan data Purchasing Managers' Index (PMI) periode Mei 2025.

Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan merilis dua data utama hari ini, yakni IHK Mei 2025 dan Neraca Perdagangan April 2025. IHK diperkirakan mengalami penurunan atau deflasi secara bulanan.

Dari mancanegara, Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, pada Jumat (30/5/2025) mengumumkan rencana untuk menggandakan tarif impor baja dari 25 persen menjadi 50 persen. Kebijakan ini dinilai akan menambah tekanan bagi produsen yang mengandalkan logam industri dalam proses produksinya. Bea masuk baru tersebut akan mulai berlaku pada 4 Juni.

Uni Eropa (UE) langsung mengkritik langkah Trump, dengan menyatakan bahwa kebijakan itu “merusak” upaya untuk mencapai “solusi yang dinegosiasikan” dalam perang dagang yang masih berlangsung.

S&P Global juga akan merilis data PMI manufaktur sejumlah negara seperti AS, Jepang, ASEAN, hingga China untuk periode Mei 2025. Data ini menjadi indikator awal untuk mengukur dampak perang dagang terhadap aktivitas manufaktur global.

Sementara itu, bursa saham AS di Wall Street ditutup variatif pada Jumat (30/5/2025). Meskipun demikian, secara bulanan indeks saham AS mencatat performa positif.

Penguatan pasar terjadi usai pengumuman kesepakatan perdagangan antara AS dan Inggris. Investor berharap kesepakatan ini dapat membuka jalan menuju perjanjian serupa dengan negara lain yang tengah terdampak tarif dagang dari AS.

Indeks S&P 500 turun tipis 0,01 persen ke posisi 5.911,69. Nasdaq Composite melemah 0,32 persen menjadi 19.113,77. Sementara itu, Dow Jones Industrial Average naik 54,34 poin atau 0,13 persen ke level 42.270,07.

Bursa saham regional Asia pagi ini terpantau bervariasi. Indeks Nikkei melemah 523,60 poin atau 0,32 persen ke 37.441,50; indeks Shanghai turun 15,96 poin atau 0,47 persen ke 3.347,76; indeks Hang Seng turun 545,77 poin atau 2,35 persen ke 22.745,00; sedangkan indeks Strait Times menguat 9,26 poin atau 0,22 persen ke 3.886,33.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement