Kamis 26 Dec 2013 11:58 WIB

Warga Sudan Selatan di Australia Khawatirkan Nasib Keluarganya

Red:
abc news
abc news

REPUBLIKA.CO.ID, AUSTRALIA -- Ditengah sukacita perayaan Natal, masyarakat Sudan Selatan di Australia cemas menanti kabar dari keluarga mereka  menyusul pembantaian yang terjadi di tanah air mereka. Berlanjutnya AKSI kekerasan sektarian dan politik di negara terbaru di dunia itu membuat banyak warga Sudan Selatan yang bermukim di Australia prihatin memikirkan  keamanan dan kesejahteraan anggota keluarga dan kerabat mereka di Sudan Selatan.

Deng Adut, 30, mengatakan dia tidak akan merayakan Natal hari ini. "Saya memilih tidak merayakan Natal hari ini, tidak ada kebutuhan untuk merayakan Natal sama sekali, “ tuturnya.

Deng Adut yang bekerja sebagai pengacara kriminal dari Parramatta ini mengaku resah karena tidak bisa menghubungi ibunya sejak beberapa hari terakhir."Saya sangat khawatir, ibu saya di Sudan Selatan, dia pasti sangat ketakutan, saya sangat khawatir” katanya.

"Satu-satunya alasan saya untuk merayakan sesuatu adalah jika saya bisa memastikan kondisi ibu saya dan bisa mendengar suaranya secara langsung. Jika itu terjadi, itu menjadi bingkisan natal yang sesungguhnya buat saya,” kata Adut.

Kerabatnya terjebak kekerasan di Sudan

Laporan PBB menyebutkan ribuan warga tewas dibunuh beberapa pekan  belakangan menyusul terus berlanjutnya pembantaian di Sudan Selatan. Ibu Adut, Athieu, tinggal di ibukota Juba, wilayah berawalnya rangkaian kekerasan yang disulut oleh kebakaran di barak militer pada 15 Desember 2013 lalu.

Adut juga mengkhawatirkan  nasib saudara laki-laki dan perempuannya yang juga tidak  bisa dihubungi.

Adiknya, Akua merupakan anggota militer di Kota Bor, yang menjadi lokasi sejumlah kekerasan terburuk di Sudan pekan ini.

Kota Bor dibajak oleh pemberontak yang mendukung mantan Wakil Presiden, Riek Machar pekan lalu, tapi pemerintah mengklaim berhasil merebut kota itu kembali pada malam harinya. "Adik saya terlibat pertempuran hebat untuk membela orang-orang yang tidak bersalah, warga sipil yang tidak ada kaitannya dengan politik,” katanya.

Adut berharap kekejaman di kotanya segera berakhir. "Sangat menyedihkan mendengar kondisi di sana. Kita harus memikirkan cara membangun negara bukan malah menghancurkannya,” kata Adut sedih.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement