Selasa 18 Apr 2023 10:52 WIB

PBB: Kedua Pihak di Sudan tak Ingin Mediasi Perdamaian

Kelompok yang bertikai di Sudan tak menunjukkan tanda bersedia untuk bernegosiasi

Rep: Dwina Agustin/ Red: Esthi Maharani
Sebuah kendaraan militer dan tentara dari angkatan bersenjata Sudan terlihat di sebuah jalan di Khartoum, Sudan, Sabtu (15/4/2023).
Foto: REUTERS/Bakri Jad
Sebuah kendaraan militer dan tentara dari angkatan bersenjata Sudan terlihat di sebuah jalan di Khartoum, Sudan, Sabtu (15/4/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM -- Kelompok yang bertikai di Sudan sama-sama mengeklaim, telah memperoleh kemenangan dalam pertemuan pada Senin (17/4/2023). Utusan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Sudan Volker Perthes mengatakan, kedua belah pihak tidak menunjukkan tanda-tanda bersedia untuk bernegosiasi.

"Kedua pihak yang bertikai tidak memberikan kesan bahwa mereka menginginkan mediasi untuk perdamaian di antara mereka segera," kata Perthes melalui tautan video dari Khartoum.

Baca Juga

Perthes mengatakan, militer dan Rapid Support Forces (RSF) telah menyetujui gencatan senjata kemanusiaan selama tiga jam. Namun, Menurut siaran Aljazirah dan Al Arabiya, untuk hari kedua berturut-turut pertempuran terus berlanjut meski dijanjikan akan tenang.

Pertempuran di Khartoum dan kota kembar Omdurman dan Bahri yang bersebelahan pada 15 April adalah yang terburuk dalam beberapa dasawarsa. Konflik ini berisiko memisahkan Sudan antara dua faksi militer yang telah berbagi kekuasaan selama transisi politik yang sulit.

Panglima Angkatan Darat Jenderal Abdel Fattah al-Burhan mengepalai dewan penguasa yang dibentuk setelah kudeta 2021 dan penggulingan pemimpin Omar Bashir tahun 2019 selama protes massal. Pemimpin RSF Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo yang dikenal sebagai Hemedti adalah wakilnya.

Dalam komentarnya kepada Sky News, Burhan mengatakan, sudah dalam posisi aman di wisma kepresidenan dalam kompleks Kementerian Pertahanan. Tentara kemudian mengatakan cakupan operasi keamanan diperluas, yang akan menyebabkan pembatasan pergerakan warga.

Pemimpin RSF Hemedti menyebut panglima militer itu seorang Islam radikal yang membom warga sipil dari udara. Sementara tentara lebih besar dan memiliki kekuatan udara, RSF dikerahkan secara luas di dalam lingkungan Khartoum dan kota-kota lain, sehingga tidak ada faksi yang memiliki keunggulan untuk meraih kemenangan cepat.

Perthes menyatakan, pertempuran antara tentara dan RSF telah menewaskan sedikitnya 185 orang dan melukai lebih dari 1.800 orang. Asap menyelimuti ibu kota dan penduduk melaporkan gemuruh serangan udara, tembakan artileri, dan penembakan yang menutup rumah sakit di kota yang tidak terbiasa dengan kekerasan.

Dua sumber keamanan Mesir menyatakan, negaranya dan Uni Emirat Arab (UEA) sedang mengerjakan proposal gencatan senjata untuk Sudan. Kairo adalah pendukung terpenting angkatan bersenjata Sudan, sementara Hemedti menjalin hubungan dengan kekuatan asing, termasuk UEA dan Rusia.

Pertempuran yang pecah selama akhir pekan menyusul meningkatnya ketegangan atas integrasi RSF ke dalam militer. Perselisihan tentang jadwal proses itu menunda kesepakatan kerangka kerja untuk transisi sipil yang akan ditandatangani awal bulan ini.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement