REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar Agung Laksono menilai keberlangsungan partai politik yang "dihidupi" negara akan mampu mencegah potensi terjadinya tindak korupsi.
"Parpol menjadi suatu institusi yang sangat strategis, menghasilkan kader-kader bangsa. Menjadi legislatif, eksekutif, bisa calon gubernur, calon menteri, calon presiden," katanya di Semarang, Sabtu.
Hal itu diungkapkannya usai Konsolidasi dan Pembekalan Caleg DPRD Kabupaten/Kota, Provinsi, dan DPR RI Partai Golkar dari Unsur Kesatuan Organisasi Serbaguna Gotong Royong (Kosgoro) 1957 se-Jawa Tengah.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Kolektif (PPK) Kosgoro 1957 itu mengungkapkan bahwa sekarang ini parpol memang sudah mendapatkan kucuran dana dari Pemerintah, tetapi jumlahnya masih minim untuk menghidupi parpol.
"Sudah (parpol didanai negara, red.), tetapi sangat kecil. Berdasarkan kursi, hanya beberapa miliar rupiah setahun. Tidak cukup itu, karena sangat rendah," kata pria kelahiran Semarang, 23 Maret 1949 itu.
Menurut dia, keberlangsungan parpol yang dibiayai APBN secara ideal bisa menjadikan parpol makin mandiri sehingga tidak lagi mengandalkan dana dari pengurusnya yang berasal dari kalangan konglomerat.
"Nanti, janganlah parpol dibiayai oleh pengurusnya. Kalau begitu, pengurusnya harus orang kaya, atau pengurusnya nanti mencari ke sana kemari sehingga bisa terlibat korupsi, dan sebagainya," katanya.
Agung menilai suatu kewajaran jika parpol yang menjadi penopang pilar demokrasi di suatu negara juga harus dipelihara atau dibiayai keberlangsungannya oleh Negara, asalkan bisa dipertanggungjawabkan.
Ia mengatakan bahwa sekarang ini transparansi anggaran sudah menjadi salah satu domain parpol sebab parpol harus bertanggung jawab atas transparansi anggaran, bukan semata mengurusi persoalan politik.
"Transparansi keuangan sekarang kan menjadi tanggung jawab parpol. Keterbukaan dalam hal keuangan, bukan saja hal-hal menyangkut peta politik sehingga tidak ada yang perlu dikhawatirkan," katanya.
Pendanaan negara terhadap parpol secara ideal, kata dia, bisa dilakukan dalam berbagai format, seperti berdasarkan suara atau menetapkan standar minimum yang sama. Setelah itu, bisa ditambah sesuai dengan perolehan suara.
"Yang jelas, parpol tidak lagi mengambil dari kantong pengurusnya. Jangan sampai pengurusnya harus orang yang kaya saja, misalnya. Akan tetapi, bisa saja mereka yang cerdas, akhlaknya baik, dan sebagainya," kata Agung.