Oleh Rosita Budi Suryaningsih
REPUBLIKA.CO.ID, Timor Leste pernah menjadi bagian dari Indonesia. Meski dari dulu di daerah ini umat IsLam menjadi minoritas, saat masih menjadi bagian Indonesia, banyak perhatian dan peningkatan aktivitas dakwah di sana.
Timor Leste, dulu bernama Timor Timur, juga sebagian daerah Nusa Tenggara Timur lainnya dimayoritasi oleh penduduk Nasrani. Sebab utamanya adalah daerah ini lama dikuasai oleh Portugis.
Padahal, kedatangan Islam di daerah ini lebih dulu tiba. Namun, sayang Islam banyak terkikis oleh agama Nasrani yang dibawa Portugis dengan semboyan gospelnya, yaitu menyebarkan agama Nasrani di wilayah kolonialnya.
Dalam buku Islam di Timor Timur karya Ambarak A Bazher, dijelaskan, Islam sudah ada di Dilli, ibu kota Timor Timur, sebelum kedatangan Portugis pada 1512.
“Pasukan Portugis terusir dari Gowa, Sulawesi Selatan, mereka tiba di Dili dan disambut oleh pemimpin masyarakat setempat yang bernama Abdullah Afif,” tulisnya.
Dari nama masyarakat yang menyambut tersebut, bisa dinilai masyarakat setempat telah mengenal Islam dan ada orang Arab yang tinggal di sana. Banyak perbedaan teori yang mengatakan tentang kapan datangnya Islam di Timor Leste ini.
Ada yang mengatakan datangnya bersamaan dengan penyebaran Islam oleh para pedagang Arab yang berlayar hingga ke pulau-pulau dekat dengan Maluku melalui jalur laut di selatan Sulawesi. Ada pula yang mengatakan penyebaran Islam ini dilakukan oleh para ulama dari kerajaan-kerajaan Islam di sekitarnya, seperti Gowa-Tallo, juga Ternate, bahkan Samudra Pasai.
Ketika Portugis berlabuh di sini, wajah Islam menjadi berubah. Peran kolonialis yang punya kekuatan yang lebih besar akhirnya perlahan-lahan mematikan budaya serta pengikut Islam. Bahkan, di daerah-daerah yang belum terjamah oleh Islam, Portugis dengan gencar melakukan Kristenisasi.
Karena hal tersebut, hingga sekarang pun jumlah Muslim di daerah ini sangat sedikit. Saat masih menjadi bagian dari Indonesia, tercatat hingga 1990, jumlah penduduk Muslim di sana mencapai lebih dari 31 ribu jiwa. Terdapat juga 13 buah masjid, 30 mushala, 21 madrasah, 20 lembaga Islam, dan 116 dai yang tinggal di Timor Timur.
Saat ini, jumlah Muslim yang tinggal di Timor Leste hanya sekitar 5.000 jiwa. Ini berarti hanya memenuhi tiga persen dari total penduduk Timor Leste.
Penyebab utamanya adalah karena banyak Muslim yang tadinya tinggal di sini adalah warga hasil program transmigrasi dari Pulau Jawa. Kemudian, setelah negara ini berdiri sendiri, mereka pun kembali pulang ke tempat asalnya.
Dalam pemerintahan barunya di mana penduduk mayoritasnya adalah Nasrani, Muslim hanya mendapatkan sedikit porsi eksistensi. Dalam konstitusi Republik Demokrasi Timor Leste, dalam Pasal 12 dan 45, tercantum negara ini menjamin kebebasan beragama.
Hari-hari besar Islam pun dijadikan hari libur nasional, seperti Idul Fitri dan Idul Adha. Namun, hari besar lainnya, seperti besar Maulid Nabi, Isra Mi'raj, dan tahun baru Hijriyah, belum menjadi hari libur nasional. Di Timor Leste juga belum ditemukan aturan untuk memberikan dispensasi waktu bagi Muslim yang sedang bekerja untuk menjalankan shalat wajib atau Shalat Jumat.