REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia (UI), Andrinof Chaniago menilai kebijakan kenaikan harga elpiji 12 kilogram merupakan sebuah keanehan karena Pertamina seolah-olah menjadi kambing hitam. Tiba-tiba partai-partai penguasa bertindak heroik dengan menolak kebijakan tersebut.
"Patut dicurigai terkait Pemilu (2014) karena ada beberapa keanehan," kata Andrinof yang ditemui usai acara jumpa pers hasil survei Cirus Surveyors Group di Jakarta, Ahad (5/1).
Andrinof menambahkan ia ikut mengecam adanya kebijakan untuk menaikkan harga elpiji 12 kilogram pada awal 2014 ini. Menurutnya merupakan sebuah hal yang lucu jika ada kebijakan yang menyangkut masyarakat banyak akan tetapi pemerintahnya tidak mengetahui penetapan kebijakan itu. Kebijakan ini seolah-olah hanya Pertamina yang bertanggungjawab tanpa campur tangan pemerintah. Ia menduga pemerintah akan menjadikan Pertamina sebagai kambing hitam dan menjadi sasaran tembak untuk dipolitisasi menjelang Pemilu 2014. Hal ini terlihat dari adanya partai-partai penguasa yang bertindak heroik untuk menolak kebijakan ini.
Ia mempertanyakan kenapa Pertamina harus bertanggungjawab sedangkan kementerian yang mengurus masalah perekonomian seakan lepas tangan. Pertamina, lanjutnya, pasti mengetahui kenaikan harga elpiji ini akan berhadapan dengan masyarakat seperti kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Selain itu, pemerintah juga seharusnya sigap untuk mengatasi permasalahan ini, misalnya dengan langsung mencabut kebijakan kenaikan harga elpiji 12 kilogram. Bukannya malah melakukan jumpa pers dimana-mana untuk membantah telah setuju terkait kebijakan ini.
"Nggak usah pakai ngomong kemana-mana, orang jadi curiga jangan-jangan ini jadi rekayasa politik," tegasnya.