REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Sejumlah teror bom molotov di Kabupaten Sleman ditengarai bermotif politik. Hal ini karena bom molotov dilemparkan ke kantor atau fasilitas pemerintahan yang kosong.
"Bisa jadi bom molotov itu dilakukan kelompok tertentu untuk sampaikan ketidakpuasan politik," ujar Kepala Polres Sleman, AKBP Ihsan Amin ditemui di Sleman, Senin (6/1).
Sejumlah teror bom molotov terjadi di Sleman dalam dua bulan terakhir. Peristiwa terbaru terjadi di Kantor Desa Banyuraden, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman pada Ahad (5/1). Akibat insiden tersebut, pintu aula kantor balai desa hangus terbakar. Tidak ada korban luka atau jiwa dalam insiden tersebut.
Pada pertengahan Desember 2013, teror bom molotov menyasar rumah dinas camat Gamping. Insiden itu mengakibatkan kaca pecah dan sebagian tirai terbakar. Pelemparan bom molotov diduga dilakukan pada malam hari saat penghuni tidak berada di rumah.
Menurut Ihsan, kasus pelembaran bom molotov di kantor Desa Banyuraden telah diback-up jajaran Polda DIY. Dia menengarai kasus tersebut terkait dengan pemilihan kepala desa yang baru saja selesai digelar. "Hari ini (6/1), di Batu Raden ada acara selamatan Kades baru, bisa jadi pelemparan ini karena ada yang tidak puas," ungkapnya.
Terkait motif politik tersebut, Ihsan mengaku sudah berkomunikasi dengan Bupati Sleman. Menurutnya, perlu ada antisipasi dengan sosialisasi kepada kelompok-kelompok di masyarakat untuk mencegah teror bom molotov. "Kami sudah sosialisasi kepada calon-calon kepala desa tapi kadang pengikut-pengikutnya ini yang tidak puas," ungkapnya.
Jumlah kasus kriminalitas di Sleman merupakan yang tertinggi di Provinsi DI Yogyakarta. Berdasarkan catatan Polda DIY selama 2013, total kriminalitas di Sleman mencapai 1.853 kasus, meningkat dari tahun sebelumnya 1.790 kasus. Lantaran kasus kriminalitas tinggi, Polda DIY mengusulkan peningkatan status Polres Sleman menjadi Polresta.