REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guna mewujudkan Jakarta sebagai kota yang layak tinggal, gerakan "setop bertindak bukan pada tempatnya" perlu terus didengungkan.
Pemerhati kota Jakarta, Rommy menyatakan, gerakan itu harus menjadi sebuah budaya masif yang dianut segenap warga Jakarta.
"Demi mewujudkan Jakarta sebagai kota yang layak tinggal, ada enam hal yang saya usulkan untuk terus disuarakan," ujar calon anggota DPD daerah pemilihan DKI Jakarta itu, Selasa (14/1).
Pertama, kata Rommy, setop buang sampah sembarangan. Kedua, setop mendirikan bangunan di daerah resapan air.
"Ketiga, setop menyebrang sembarangan (untuk pejalan kaki)," ungkap pria yang dijuluki "Si Anak Kampung Jakarta" itu.
Keempat, lanjut dia, setop berkendara bukan pada tempatnya. Menurutnya, pengguna sepeda harus diberi akses. "Pemilik kendaraan bermotor tidak menggunakan trotoar dan tidak masuk jalur transjakarta," tegasnya.
Kelima, setop untuk tidak berjualan bukan pada tempatnya. Menurutnya, PKL tak boleh berjualan di jembatan penyebrangan, trotoar, dan berjualan memakai ruas jalan.
"Enam, setop untuk tidak naik/turun kendaraan umum bukan pada tempatnya (untuk pengguna transportasi umum selain transjakarta)," paparnya.
Gerakan ini, kata Rommy, bisa dikampanyekan oleh masyarakat sendiri terhadap masyarakat yang lain dengan cara saling mengingatkan.
"Namun, yang paling utama, di tengah masyarakat yang agak sulit menerapkan aturan seperti di Jakarta, peran pemerintah sangat diperlukan," cetusnya.
Ia mengimbau Pemprov DKI untuk melakukan dua hal yang sangat penting. Pertama, setop memberikan izin mendirikan bangunan (area resapan dll).
Kedua, kata dia, setop untuk memberi kemudahan, jika ada warga yg salah sebaiknya segera diberi tindakan agar tidak mengulangi kesalahan yang berakibat fatal.
"Hal itu bisa dibuat contoh untuk memberi efek jera kepada pelanggar aturan."