REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penerbitan surat utang negara (SUN) untuk menutup defisit anggaran negara dinilai masih on the track. Pasalnya, penerbitan SUN tidak lagi menggunakan strategi front loading, namun disesuaikan waktunya dengan kebutuhan kas negara.
"Langkah ini terbukti berhasil meningkatkan efisiensi pembiayaan secara signifikan," kata pengamat ekonomi UI Muslimin Anwar, Selasa (21/1).
Kebijakan ini, kata Muslimin, berdampak pada perbandingan realisasi penerbitan SUN secara periodik yang hampir selalu lebih rendah dari tahun-tahun sebelumnya.
Hal ini ditunjukkan dari debt-to-GDP ratio yang terus menurun dari tahun ke tahun. Pada 2006, Muslimin menuturkan, debt to GDP ratio tercatat 39%, menurun ke 28,4% pada 2008.
Pada 2013, rasio ini diperkirakan menjadi 23,4%, dengan komposisi pembiayaan utang domestik lebih mendominasi dibandingkan pembiayaan dari luar negeri.
Menurut Muslimin, pada 2008 pembiayaan didominasi dari utang luar negeri yaitu sebesar 52%. Pada 2013 pembiayaan utang dari domestik lebih mendominasi yakni sebesar 54%.
Lelang SUN dalam mata uang rupiah dilakukan pada Selasa (21/1) dengan jumlah indikatif Rp 10 triliun. Untuk menutup defisit APBN 2014, pembiayaan dari utang ditargetkan Rp 205 triliun.