Rabu 22 Jan 2014 02:47 WIB

Kemenag Akan Bahas Pelaksana Administrasi dalam RUU JPH

Rep: Ani Nursalikah/ Red: Hazliansyah
Pameran Indonesia International Halal Expo (Indhex) 2013 di Jakarta.
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Pameran Indonesia International Halal Expo (Indhex) 2013 di Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Abdul Djamil mengatakan, poin utama yang akan dibicarakan dalam rapat pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU JPH) terkait siapa penyelenggara dan kaitannya dengan perangkat dalam proses sertifikasi halal.

"Masih membicarakan siapa sesungguhnya yang menyelenggarakan proses administrasi dari proses sertifikasi itu," katanya, Selasa (21/1).

Secara fungsional, Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang selama ini memiliki otoritas mengeluarkan fatwa. Artinya, MUI dan pemerintah akan berkolaborasi. MUI tetap akan dilibatkan dalam RUU JPH.

Mengenai adanya pembahasan mengenai pembentukan lembaga baru yang memberikan sertifikasi halal, Abdul mengatakan, itu merupakan wacana yang berkembang dalam sidang-sidang di DPR.

"Pendek kata, itu akan dijelaskan lebih lanjut. MUI tetap akan terlibat karena pengalamannya selama ini," ujarnya.

Wakil Direktur Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) Osmena Gunawan mengaku tidak tahu mengenai rapat pembahasan yang akan dilakukan esok.

"Kami ndak tau, coba lacak ke sana (DPR) siapa tahu dapat info hangat," ujarnya.

Pemerintah dan DPR masih belum menemukan kata sepakat dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk Halal (RUU JPH). Hal itu terkait pembentukan lembaga baru yang memiliki wewenang memberikan sertifikasi halal. Mandeknya pembahasan RUU JPH disebabkan perbedaan konsep antara pemerintah dan DPR soal lembaga baru itu.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement