REPUBLIKA.CO.ID, TANJUNGPINANG -- Tahanan perkara pemalsuan surat tanah, ER, yang juga berprofesi sebagai pengacara mendesak Rumah Tahanan (Rutan) Klas IA Tanjungpinang menyiapkan "bilik asmara".
"Para tahanan banyak yang mengeluh, karena kebutuhan seksnya tidak terpenuhi selama berada dalam penjara. Padahal itu adalah hak dasar yang seharusnya diperhatikan," katanya, di Rutan Klas IA Tanjungpinang, Rabu (22/1).
ER, yang juga Ketua Lembaga Bantuan Hukum Indra Sakti Tanjungpinang, menambahkan, kebutuhan biologis yang tidak tersalurkan dapat menimbulkan dampak negatif. Para tahanan berpotensi melakukan penyimpangan seks, seperti homoseksual maupun lesbian. "Jika hal itu terjadi, siapa yang bertanggung jawab?" ucapnya, yang telah lima bulan dikurung di Rutan Klas IA Tanjungpinang.
Selain penyimpangan seks, menurut dia, emosi para tahanan juga terganggu dan cenderung meningkat lantaran kebutuhan seksnya tidak terpenuhi. Tahanan dapat melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti perkelahian hanya karena masalah kecil. "Mereka juga akan berupaya mencari jalan agar bisa keluar dari penjara untuk menemui istri atau suaminya," ujarnya.
Akibat tidak tersedianya bilik asmara, lanjutnya, dua tahanan pria bercerai dengan istrinya. Dia mengatakan, para tahanan tidak meminta ruang atau bilik yang mewah, melainkan sederhana, yang bisa mempertemukan suami dan istri tanpa ada orang lain yang mengganggu. Tentunya, pembangunan kamar khusus itu tidak membutuhkan anggaran yang besar.
"LBH Indra Sakti akan melayangkan surat kepada Kementerian Hukum dan Ham agar merealisasikan keinginan para tahanan," katanya.
Menanggapi permasalahan itu, Kepala Keamanan Rutan Klas 1A Tanjungpinang Herdianto mengatakan, kebutuhan biologis merupakan hak dasar yang perlu diperhatikan. Jika kebutuhan itu tidak terpenuhi, dikhawatirkan akan menimbulkan permasalahan di Rutan Tanjungpinang. Namun untuk pembangunan bilik asmara membutuhkan persetujuan dari Kementerian Hukum dan HAM.