Rabu 29 Jan 2014 03:23 WIB

PM Ukraina Mundur, Isyarat Perundingan Dimulai

Aksi demonstrasi di Ukraina, para pengunjuk rasa berhadapan dengan barikade polisi setempat.
Foto: Reuters
Aksi demonstrasi di Ukraina, para pengunjuk rasa berhadapan dengan barikade polisi setempat.

REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Jerman menilai pengunduran diri Perdana Menteri Ukraina Mykola Azarov mengirimkan isyarat kepada oposisi, yang dapat membuka jalan bagi pembicaraan keluar dari kemelut politik.

"Saya berharap bahwa dengan undur diri perdana menteri itu, pemerintah Ukraina mengirimkan isyarat ke oposisi, yang mengarah ke pembicaraan lebih lanjut," kata Menteri Luar Negeri Frank-Walter Steinmeier, di Berlin, Jerman, selasa (28/1).

Pemerintah Kiev harus kembali atau mengubah secara berarti undang-undang baru, yang membatasi hak lawan politik, katanya saat berbicara dalam jumpa pers di Berlin dengan rekannya dari Belanda, Frans Timmermans.

"Undur diri perdana menteri itu dapat menjadi langkah pertama upaya kompromi politik," tambah Steinmeier.

Azarov pada Selasa pagi mengatakan kepada parlemen bahwa ia akan mundur dalam upaya meredakan kemelut mematikan di Ukraina dan menjaga persatuan setelah berbulan-bulan tekanan dari pengunjukrasa terhadap Presiden Viktor Yanukovych.

Pada Jumat, Presiden Viktor Yanukovych berjanji melakukan perombakan pemerintah dan mengubah undang-undang anti-protes bermasalah dalam konsesi jelas bagi lawan.

Pengerahan massa dimulai di Ukraina pada November, menyusul keputusan pemerintah menunda perjanjian perhimpunan dengan Eropa Bersatu dan memilih hubungan lebih erat dengan Rusia.

Anggota parlemen Ukraina pada Selasa membatalkan undang-undang anti-protes dalam usaha menghentikan unjukrasa itu.

Tepuk tangan bergemuruh di dalam gedung parlemen dari kelompok lawan setelah keputusan itu disetujui 361 anggota parlemen, sementara dua orang abstain.

Undang-undang itu disetujui pada awal Januari oleh parlemen, yang dikuasai partai Kawasan pimpinan Presiden Viktor Yanukovych.

Tapi, Yanukovych pada Senin menyetujui pencabutan undang-undang itu setelah berunding dengan pemimpin unjukrasa, yang menyatakan seruan mereka itu tuntutan penting.

Undang-undang itu menyebabkan pendudukan atas gedung pemerintah, yang dapat dihukum sampai lima tahun penjara, melarang iringan unjuk rasa lebih dari lima kendaraan dan memberlakukan larangan pegiat lawan mengenakan masker atau helm.

Menyebarkan fitnah di Internet juga dilarang dan dapat dihukum denda atau kerja paksa hingga satu tahun, yang dianggap jalan untuk mengekang media sosial, yang memainkan peran penting dalam unjukrasa tersebut.

sumber : Antara/ AFP
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement