Oleh: Afriza Hanifa
Ayah dan kakek Laksamana Cheng Ho sudah beragama Islam dan telah menunaikan ibadah haji.
Asal muasal Kelenteng Sam Poo Kong terkait erat dengan muhibah atau perjalanan Laksamana Cheng Ho. Terkenal dalam sejarah, Cheng Ho merupakan laksamana besar Cina yang telah mengarungi samudra melintasi beragam negeri.
Salah satu kawasan yang dikunjungi Cheng Ho ialah Kota Semarang, Jawa Tengah. Dalam salah satu muhibahnya, Cheng Ho pernah mendarat di Bukit Simongan, Semarang. Di situ pula lokasi Kelenteng Sam Poo Kong yang sekarang tegak berdiri.
Dikatakan sejarawan Semarang Jongki Tio, waktu tepatnya Cheng Ho mendarat di Semarang masih belum jelas. Namun, menurut inskripsi di Kelenteng Sam Poo Kong yang ditulis dalam tiga bahasa, Inggris, Cina, dan Indonesia, tercatat, Cheng Ho telah dua kali datang di Kota Semarang, yakni pada 1406 dan 1416 M.
“Tempat yang saat ini dikunjungi banyak orang adalah Bukit Simongan, tempat bersejarah yang dipercayai sebagai tempat mendarat Cheng Ho. Tempat itu kini berdiri Kelenteng Sam Poo Kong,” kata Tio.
Sejarawan Amen Budiman di dalam bukunya, Semarang Riwayatmu Dulu menerangkan, kedatangan Cheng Ho pada 1416 dalam inskripsi yang dibuat pada 1966 tersebut perlu dikaji ulang. Karena, menurutnya, dalam sejarah Cina disebutkan bahwa Cheng Ho pulang dari misi muhibahnya yang keempat pada 12 Agustus 1415 M.
Sedangkan, perintah untuk melaksanakan misi berikutnya baru pada 28 Desember 1416 M. “Jadi, tidak masuk akal tahun 1416 Cheng Ho sudah tiba di Semarang,” kata Amen menganalisis.
Asal nama Sam Poo Kong pun diceritakan berasal dari nama Cheng Ho. Menurut Jongki Tio, ada beberapa versi dalam memaknai nama Sam Poo Kong. “Ada yang mengatakan Sam Po itu arti sebenarnya tiga orang pelindung masing-masing memiliki marga The, Ong, dan Be. Kemudian, mereka menyebar ke beberapa daerah, antara lain, marga The menetap di Semarang, marga Be ke Chenbon, dan marga Be pergi ke negeri Siam,” ujar Tio.
Versi lain, karena Laksamana Cheng Ho merupakan sidasida (pria yang dikebiri dan mengabdikan diri pada istana) yang berasal dari Yunan dan biasa disebut San Pau. Sementara, orang-orang dari daerah Fukien menyebut Sam Po. Sedangkan, orang-orang Cina perantauan di Simongan berasal dari Fukien.
“Maka, Cheng Ho disebut Sam Po Tay Djien atau Sam Po Tao Lang yang berarti Tuan Besar Sam Po,” jelas Tio.
Hal serupa juga dijelaskan oleh Amen Budiman di dalam bukunya. Dia menerangkan bahwa dalam sejarah Ming diceritakan Cheng Ho merupakan laki-laki dari daerah Yunan dan orang sida-sida.
Sedangkan, orang sida-sida dari Yunan biasa disebut dengan San Pau. Tak hanya di kalangan Cina Fukkien di tanah Jawa yang menyebutnya San Pao Tay Djien atau Sam Po Tao Lan. Namun, di kalangan Cina Mandarin, Cheng Ho juga disebut San Pao T’al Ren (sama dengan San Pao Tay Djien atau Sam Po Tao Lan). Juga dengan nama Sam Po Thay Kam, Sam Pao Tai Kien yang berarti Sam Po, orang sida-sida yang agung.