REPUBLIKA.CO.ID, LEBAK –Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Lebak prihatin dengan krisis pemimpin amanah di Indonesia. Hal ini terlihat dengan banyaknya kepala daerah di Tanah Air yang terlibat tindak pidana korupsi.
"Kami sebagai ulama sangat menyayangkan melihat pemimpin daerah tidak amanah dan melakukan korupsi sehingga mereka berhadapan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kejaksaan maupun kepolisian," kata Ketua Bidang fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Lebak KH Baidjuri, Selasa (11/2).
Menurut Baidjuri, penyebab pemimpin daerah melakukan tindak pidana korupsi ada beberapa faktor, antara lain tingginya biaya politik ketika mereka mencalonkan diri sebagai kepala daerah.
Selain itu, juga faktor tuntutan gaya hidup dengan mengedepankan kemewahan dan hedonisme. Bahkan, Baidjuri semakin prihatin ketika melihat siaran media elektronik yang menayangkan KPK menyita mobil mewah, rumah mewah, tanah dan harta benda lainnya.
Karena itu, kata dia, pemimpin sangat langka menyerukan atau mengimbau bawahannya maupun masyarakat agar menerapkan pola hidup sederhana. Faktor lainnya, saat ini terjadi dekadensi moral sehingga kepala daerah hanya memikirkan kehidupan keluarga.
“Pemimpin seperti itu tentu tidak amanah lagi. Kami berharap kepala daerah yang ada di Banten bisa melaksanakan amanah, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat," ujar Badijuri.
Ia menjelaskan, ajaran Islam mewajibkan pemimpin amanah seperti yang dilakukan Nabi Muhammad SAW dengan sifat shiddiq (jujur), fathanah (cerdas dan berpengetahuan), amanah (dapat dipercaya dan diandalkan), dan tabligh (berkomunikasi dan komunikatif dengan bawahannya dan semua orang).
Sifat-sifat Nabi itu sangat mencerminkan tingkah laku sehari-hari, baik sebagai pemimpin agama maupun pemimpin masyarakat. "Kami minta pemimpin itu bisa meneladani sifat Nabi Muhammad SAW," katanya.