REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ketua Komisi VII DPR, Sutan Bhatoegana akhirnya angkat bicara soal status cegah tangkal (cekal) ke luar negeri yang disematkan KPK kepada dirinya. Sutan mengaku diminta DPP Partai Demokrat agar tidak berkomentar atas kasus hukumnya.
Sutan menyatakan telah mendapat himbauan dari DPP Demokrat untuk tidak berkomentar soal proses hukumnya. Alasannya, agar tidak tercipta opini yang menyesatkan publik. "Saya sudah diminta untuk tidak mengomentari yang sedang berjalan, nanti bisa menciptakan opini menyesatkan," ujar Sutan, kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Senin (17/2).
Atas pencekalan dirinya, ia mengaku hormati pencekalan itu. "Ada surat atau tidak ada surat saya hargai karena saya tahu itu untuk kepentingan penyidikan," kata Sutan.
Politikus Partai Demokrat ini tidak berkomentar banyak terkait tuduhan meminta tunjangan hari raya kepada mantan Kepala SKK Migas, Rudi Rubiandini. Sutan lagi-lagi hanya bisa membantah. "Itu saya tidak mau lagi komentar. Itu tidak benar," ujarnya.
Sutan sebelumnya dikabarkan sempat menyeret nama Sekretaris Jendral Partai Demokrat, Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) dan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Sartono Hutomo dalam berita acara pemeriksaan (BAP) dirinya di KPK terkait kasus SKK Migas. Saat dikonfirmasi kebenaran kabar itu Sutan tidak membantah atau pun membenarkan. "Saya sudah katakan bahwa sidang yang sedang berjalan saya tidak boleh mengomentarin lagi," katanya.
Sutan berharap hal-hal yang sudah masuk ranah hukum tidak perlu lagi diopinikan. Menurutnya biar KPK memproses berbagai informasi yang terdapat dalam BAP dirinya. "Jangan kita membikin opini tidak jelas. Semua sudah ada di BAP biarkanlah hukum atau KPK sedang berjalan kita hormati," ujarnya.
Sutan juga membantah pernah mengirimkan pesan singkat ke Gerhard Rumeser, untuk meminta mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini mengawal perusahaan Sutan dalam memenangkan tender IDD Chevron. "Nggak ada saya nggak ada perusahaan-perusahaan. Nggak ada (sms)," katanya.