REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Meskipun DI Yogyakarta (DIY) sudah diguyur hujan tiga kali pascahujan abu vulkanik Gunung Kelud, Kamis (13/2) lalu, namun hingga saat ini masalah abu vulkanik di DIY masih menjadi ancaman. Pasalnya, kandungan abu vulkanik di udara Kota Yogyakarta masih melebih ambang batas dan berbahaya bagi kesehatan warga setempat.
Karenanya tim manajemen bencana Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta menyarankan agar Pemda DIY bersama dengan Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melakukan modifikasi cuaca dengan membuat hujan buatan di wilayah Yogyakarta.
Koordinator tim manajemen bencana UGM, Sudibyakto mengatakan, berdasarkan hasil penelitian timnya di beberapa titik, kandungan debu di udara Kota Yogyakarta melebihi ambang batas. Bahkan di beberapa titik mencapai tiga hingga empat kali ambang batas. "Ini menunjukkan lingkungan kita masih belum bersih, dibutuhkan langkah lain selain menunggu hujan datang. Pemda bisa melakukan hujan buatan dan di daerah lain juga dilakukan," ujarnya, Jumat (21/2).
Menurutnya, saat ini masih sangat memungkinkan Pemda DIY membuat hujan buatan. Karena salah satu syarat dilakukan hujan buatan adalah adanya awan di atas udara. "Ini masih masuk musim hujan dan awan masih banyak, pesawat juga sudah diperbolehkan mengudara secara aman, biaya mudah dicari," katanya.
Sebab kata dia, jika abu vulkanik ini tidak segera ditangani secara cepat maka akan berdampak pada kesehatan masyarakat secara luas. Karena selain debu yang berpengaruh pada saluran pernafasan, mata dan kulit juga berpengaruh pada suhu udara di Yogyakarta. Sifat abu vulkanik tersebut kata dia adalah //higroskpis// atau menyerap air. Jika banyak kandunagn debu di udara maka air akan banyak etrserap dan kelembaban udara akan turun sehingga suhu udara akan semakin panas. "Jika terus dibiarkan akan berbahaya," katanya.