REPUBLIKA.CO.ID, Oleh KH Didin Hafidhuddin
Kata syariah yang melekat pada kegiatan ekonomi sehingga menjadi ekonomi syariah atau pada lembaga keuangan sehingga menjadi lembaga keuangan syariah seperti bank, asuransi, pegadaian, dan lembaga keuangan syariah lainnya baik bank maupun nonbank, sesungguhnya bukan sekadar tempelan, mode, atau ikut-ikutan.
Namun, lebih jauh dan lebih dalam mengandung semangat, cita cita luhur, dan keinginan kuat dari semua pemangku kepentingan, seperti pemegang saham. Komisaris, direksi, dewan pengawas syariah maupun masyarakat.
Tujuannya agar semua kegiatan, transaksi, dan para pegawainya menjadikan syariah sebagai landasan dan bingkai dari semua aktivitasnya. Bukan saja berkaitan dengan akad tetapi juga rohnya, bahkan perilakunya sesuai ketentuan syariah.
Seperti tergambar dalam Alquran dan hadis maupun pendapat para ulama muktabar. Roh syariah yang dimaksud adalah maqasidus syariah, seperti keadilan, keberpihakan pada kebenaran, transparansi dan keterbukaan, serta tanggung jawab.
Salah satu hal penting untuk selalu harus dikaitkan dengan kepatuhan pada syariah adalah corporate culture atau budaya kerja. Artinya etos kerja dan etika kerja yang dibingkai akhlak islam harus menjadi ciri utama lembaga keuangan syariah.
Selain bekerja untuk mencari nafkah untuk kepentingan diri dan keluarganya, para karyawan lembaga keuangan syariah merupakan mujahid di bidang ekonomi syariah.
Cara berpakaian harus Islami, melayani nasabah harus Islami, setiap ada janji harus berusaha untuk ditepati, terlebih lagi keamanahan dan kejujuran harus betul-betul dijaga.
Betapa pentingnya keamanahan dan kejujuran ini sehingga Rasulullah SAW mengaitkan antara iman dengan sifat amanah. Beliau bersabda ‘’Tidak ada iman bagi orang yang tidak amanah dan tidak ada agama bagi orang yang tidak mau menepati janji.’’
Sebab, jika terjadi penghianatan atau ketidakjujuran, yang dirugikan bukan semata-mata individu atau lembaga yang bersangkutan, juga lembaga keuangan syariah secara lebih luas. Karena itu Allah SWT melarang keras perilaku khianat ini.
Allah berfirman dalam surah Al-Anfaal ayat 27 ,’’ Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengkhianati Allah dan Rasul-Nya dan jangan pula mengkhianati amanah-amanah kamu sekalian, padahal kamu sekalian mengetahuinya.’’
Agar budaya kerja syariah ini bisa dilaksanakan konsisten, harus ada langkah strategis dan berkesinambungan yang dilakukan pimpinan dan para karyawan lembaga keuangan syariah.
Pertama, memberi nasihat, koreksi sekaligus menegur setiap ada indikasi pelanggaran. Mekanisme tausiyah dengan kebenaran, kesabaran, dan kasih sayang serta tidak menjatuhkan harus dibudayakan.
Kedua, membuat petunjuk dan arahan yang jelas tentang mekanisme kerja, siapa mengerjakan apa, dan jadwal waktu yang jelas.
Ketiga, mempertegas adanya reward (penghargaan) bagi yang berprestasi dan punishment (sanksi) bagi yang melakukan pelanggaran.
Keempat, membiasakan doa pagi sebelum memulai pekerjaan disertai tausiyah singkat tentang urgensi kepatuhan pada syariah.
Kelima, mewajibkan zakat dan menganjurkan sedekah bagi setiap pimpinan dan karyawan, untuk membangun etos dan etika kerja sekaligus keberkahan lembaga serta masyarakat. Wallahu Alam bi Ash Shawab