Sabtu 01 Mar 2014 19:46 WIB

Kaum Muda Harus Melek Politik (1)

Deklarasi kampanye tolak politik uang di Plaza Teater Jakarta (ilustrasi).
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Deklarasi kampanye tolak politik uang di Plaza Teater Jakarta (ilustrasi).

Oleh: Mohammad Akbar

Ingar bingar politik di negeri ini rupanya masih belum mampu menjamah potensi generasi muda Indonesia.

Kaum muda umumnya dilibatkan ketika masa kampanye pemilukada datang. Untuk pendidikan dan pembinaan, partai politik rupanya belum bisa melakukannya secara maksimal.

“Partai-partai politik yang ada sekarang ini kebanyakan masih belum melakukan pencerdasan kepada anak muda. Mereka (anak-anak muda) hanya dijadikan objek menjelang adanya pemilu atau pemilukada saja,” kata Ketua Umum Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Muhammad Ilyas.

Padahal, ia menyebut saat ini ada sekitar 60 juta anak muda yang bisa memberikan suaranya pada setiap pemilu. Dengan jumlah yang besar tersebut, Ilyas mengatakan, di tangan anak mudalah kelanjutan demokrasi di negeri ini bisa tetap berjalan.

“Saya kira mereka (generasi muda) harus dilibatkan dalam bentuk partisipasi aktif karena masa depan bangsa ini sangat ditentukan lewat politik. Kalau tidak melek politik, tentunya bahaya juga. Nah inilah yang menjadi peran dan tugas partai,” ujarnya.

Upaya untuk melibatkan generasi muda agar melek politik itu, kata Ilyas, bisa dilakukan lewat kajian seperti diskusi dan seminar. Selain itu, kata dia, partai dapat pula melakukan pembinaan dalam bentuk pelatihan kepada kaum muda agar sadar politik. Namun, cara yang dipilih harus mengikuti gaya kaum muda masa kini.

Pendidikan politik itu, kata Ilyas, dapat pula dilakukan secara aktif lewat media sosial. Ia kemudian menyebut bagaimana partai-partai politik harusnya bisa memaksimalkan ruang yang ada di laman Facebook, Twitter, hingga SMS, dan BBM Broadcast.  “Saya kira partisipasi aktif ini bisa dilakukan melalui media sosial.''

Kondisi yang terjadi sekarang ini, kata Ilyas, tidak lepas pula dari peran pemerintah. Pemerintah, lanjutnya, masih belum memiliki grand design untuk melakukan pembinaan kepada kaum muda agar sadar politik yang santun.

“Pemerintahnya konyol. Kementerian Pemuda dan Olahraga masih terjebak pada urusan Hambalang, begitu juga dengan Kementerian Dalam Negeri yang tak becus dalam mengurus e-KTP. Akhirnya, pendidikan politik buat kaum muda menjadi tak terpikirkan oleh mereka.”

Ilyas menggambarkan pemerintah dan partai politik baru menempatkan kaum muda sebagai sebuah etalase setiap kali pemilukada dan pilpres mau datang. Langkah sejenis juga dilakukan dengan memboyong para artis terlibat di partai politik. “Yang ada mereka itu hanya dijadikan objek saja, bukan untuk dicerdaskan,” ujarnya.

Namun demikian, kondisi yang terjadi sekarang tak lepas pula dari kondisi kaum muda yang cenderung apatis. Ilyas menyebut anak-anak muda masa kini sekarang telah terjebak pada pragmatisme.

Sebagai seorang mahasiswa, kata dia, mereka hanya ditanamkan cara berpikir bagaimana lulus cepat dan segera memperoleh pekerjaan. “Ini menyebabkan adanya sikap kurang peduli terhadap lingkungan sosial. Ini sangat berbahaya,” katanya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement