REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada Pemilu 2014 mendatang sejumlah kepala daerah di Indonesia akan menjadi juru kampanye (jurkam). Suara dari masyarakat diharapkan akan meningkat dengan strategi tersebut.
"Secara etika publik, lebih bagus pejabat itu tidak ikut kampanye. Karena waktu, energi, pikirannya akan dicurahkan untuk kampanye," nilai ahli Psikologi Politik Universitas Indonesia Hamdi Muluk, Senin (3/3).
Sekali lagi ditegaskan, kepala daerah sebaiknya tidak usah dijadikan sebagai juru kampanye walaupun itu hanya di akhir pekan. Hamdi mencemati bahwa kepala daerah itu memiliki amanah, kewajiban terhadap publik. "Sebagai seorang pimpinan sebaiknya kepala daerah itu mendahukukan kewajibannya,"paparnya.
Mantan Bupati Pasuruan Aminurokhman sebaliknya berpendapat, boleh-boleh saja kepala daerah jadi juru kampanye. "Kepala daerah yang menjadi jurkam, dia harus cuti. Serta dia tidak boleh menggunakan fasilitas negara. Agar tidak terjadi tumpang tindih antara kewenangan kepala daerah dan haknya sebagai fungsionaris partai, dia harus meninggalkan segala atributnya sebagai kepala daerah," ujarnya.
Selain itu, Aminurokhman memberi tips agar kepala daerah yang menjadi jurkam harus mengikuti aturan yang ada. Yaitu, selambat-lambatnya satu minggu sebelum menjadi jurkam harus mendapat izin dari Menteri Dalam Negeri.
"Saya dulu waktu masih menjabat sebagai walikota selalu menjadi jurkam. Tapi selalu diatur waktunya supaya tidak mengganggu tugas sebagai walikota. Selama jadi jurkam saya juga tidak menggunakan fasilitas walikota. Selain itu ketika hendak jadi jurkam, saya selalu memberitahukan dan minta ijin cuti kepada Gubernur, selaku atasan saya," ceritanya.
Sejumlah kepala daerah yang diketahui akan menjadi juru kampanye antara lain adalah Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, Gubernur Kalimantan Tengah Agustin Teras Narang, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Gubernur Kalimantan Barat Cornelis, Gubernur Lampung Syachruddin ZP, dan pelaksana tugas Gubernur Banten Rano Karno.