REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hingga akhir Desember 2013, rasio pembiayaan terhadap dana atau finance to deposit ratio (FRD) perbankan syariah mendekati angka 121,46 persen. Angka ini melonjak hampir satu persen dibandingkan tahun sebelumnya 118 persen.
Menurut Kepala Departemen Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Edy Setiadi, melihat kondisi likuiditas dan kesehatan perbankan tak hanya melulu melalui FDR. Selain FDR, tutur dia, kita juga harus melihat rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR).
CAR, ungkap dia, untuk menunjang ekspansi tersebut atau memiliki dana antarbank yang cukup baik. Sejauh ini, lanjutnya, CAR industri syariah masih cukup tinggi berkisar 12 persen hingga 15 persen. Sehingga bisa mendukung FDR tersebut.
Ia juga menggaris bawahi, sebenarnya bank umum syariah memiliki rasio pembiayaan terhadapp dana tak sampai 120 persen. Secara individual berada di angka 80 persen hingga 103 persen. "Kalaupun berada di atas angka itu karena CAR mereka masih sangat tinggi. Sementara unit usaha syariah memang tinggi, namun tak memiliki masalah dengan likuiditas karena masih didukung induk dalam satu entitas," papar Edy kepada ROL, baru-baru ini.
Rata-rata pertumbuhan hingga akhir Desember 2013 berada dibawah 20 persen. Aset bank umum syariah misalnya, Per 31 Desember menembus Rp 174 triliun dari sebelumnya Rp 147,5 triliun. Sedangkan Unit usaha syariah mengalami pertumbuhan 24 persen, yaitu dari Rp 47,43 triliun menjadi Rp 59 triliun.
Sementara untuk data pembiayaan perbankan syariah hingga akhir Desember 2013 sebanyak Rp 179,2 triliun. Angkanya naik sebesar 18 persen yaitu atau hingga akhir 2012, Rp 151,7 triliun. Untuk dana pihak ketiga yang terkumpul sebanyak Rp 138 triliun di akhir 2013, tumbuh 17 persen dari Rp 117,8 triliun. Sedangkan rasio kecukupan modal menurun dari 14,41 persen menjadi 12,23 persen. Begitu juga dengan marget net bersih turun dari 2.04 persen menjadi 1.49 persen.