REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Adanya usulan lembaga baru sertifikasi halal dinilai Direktur Lembaga Pengkajian Pangan Obat dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) Lukmanul Hakim bukan pilihan terbaik. Sebab membangun sistem tidaklah sederhana, apalagi soal sertifikasi halal. MUI membangun sistem sertifikasi halal di Indonesia dan merambah dunia internasional selama 25 tahun.
''Ini proses berharga, kalau diambil alih, malah terjadi kemunduran,'' kata Lukmanul kepada //Republika//, Selasa (4/3). Jika itu terjadi akan ada gangguan terhadap proses usaha masyarakat. Ia menekankan, jangan sampai kehalalan menganggu bisnis masyarakat.
Saat disinggung tentang pernyataan Menteri Kesehatan yang mengaku belum siap dengan fasilitas sertifikasi halal obat-obatan dan vaksin, Lukman mengatakan itu alibi saja. Sertifikasi obat merupakan hak konsumen yang tidak boleh dilanggar oleh alasan apapun. Yang dibutuhkan masyarakat adalah kejelasan informasi halal atau tidaknya obat. Jika sudah jelas halal haramnya, tinggal kembali ke dokter dan ulama mengenao boleh tidaknya obat itu digunakan.
''Lagi pula jika Menkes mengatakan belum siap fasilitas, fasilitas apa yang belum siap? Sudah sejauh mana persiapannya? Masyarakat berhak tahu,'' tutur Lukmanul.
Ia juga heran bagaimana Menkes bisa mengeluarkan pernyataan tidak dilibatkan dalam rancangan udanga-undang jaminan produk halal (JPH). Jika argumen itu bertujuan agar obat tidak masuk sertfikasi halal, Lukmanul mengaku keberatan. Bagaimanpun, obat tetap harus dipastikan kehalalannya.
Jika Menkes membuka pembicaraan mengenai mekanisme sertfikasi obat, infrastruktur, standardisasinya, itu dinilai baik oleh Lukmanul. Tapi pembahasan apakah itu semua itu akan dilakukan setelah atau sebelum RUU selesai, itu yang perlu didiskusikan.
Mengenai RUU JPH, Ketua MUI Din Syamsuddin menuturkan ini harus dilihat secara bijak karena konsumsi produk halal, baik makanan, obat maupun kosmetika, bagi Muslim adalah ajaran agama. Indonesia harus iri dengan negara bukan Muslim yang ketentuan produk halalnya berlaku dengan baik seperti di Singapura dan Thailand. Restoran di Singapura dijamin kehalalannya oleh lembaga ulama Singapura MUIS, begitu pula Thailand.
''Indonesia dihuni mayoritas Muslim, tapi belum maksimal ketentuan produk halalnya, malah ada tarik menarik,'' ungkap Din.
Halal itu terkait fatwa dan otoritas fatwa ada pada ulama yang diwadahi MUI melalui komisi fatwa. Ormas Islam juga sudah tergabung di dalamnya. ''Betapa hiruk pikuknya jika semua ormas melakukan hal yang sama. Ikhlaskan saja ke MUI karena MUI juga perwakilan ormas,'' kata Din.