REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meminta para petani tembakau di Indonesia tak perlu resah. Sebab, pemerintah belum meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).
Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur tentang standardisasi tembakau sesuai dengan yang ada di luar negeri belum ditandatangani oleh presiden. Sekretaris Kabinet, Dipo Alam mengatakan sampai saat ini Perpres tersebut belum diterima. Dengan begitu penandatanganan pun belum dilakukan.
"Jadi memang pada saat ini, ratifikasi FCTC belum kami terima. Kami sedang menunggu," katanya di kantor presiden, Jumat (7/2).
Ia mengatakan untuk meratifikasi FCTC memerlukan banyak pertimbangan. Selain memperhatikan nasib petani tembakau, pemerintah juga memperhatikan pemasukan senilai Rp110 triliun yang dihasilkan dari cukai tembakau. Belum lagi total penerimaan negara Rp150 triliun dari PPH dan pajak daerah.
"Industri ini sangat penting. Jadi kita tidak akan gegabah untuk itu. Yang paling penting adalah petani tembakau dan petani cengkeh diberikan kemampuan teknis agar mampu bertahan dari segi ekonomi," katanya.
Karena itu, ia berharap para petani baik tembakau ataupun cengkeh tidak perlu khawatir apalagi sampai melakukan aksi demonstrasi. Karena, ia menyakini sebelum ratifikasi itu dilakukan, Presiden SBY mempertimbangkan berbagai aspek baik social ataupun ekonomi.
"Jadi saya hendak luruskan bahwa belum ada dan tidak ada yang mengatakan bahwa presiden telah menyetujui ratifikasi FCTC itu," katanya.