REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Kabupaten Sleman tengah mengembangkan makanan olahan belut sebagai produk unggulan setempat. Namun, pasokan belut mentah masih sulit dipenuhi dari petani lokal.
Kebutuhan belut di Sleman seluruhnya masih dipenuhi pasokan luar kota. Belut didatangkan dari wilayah Klaten, Purworejo, dan Jawa Timur. "Pasokan dari lokal belum bisa terus-menerus karena belum ada budidaya," ujar Kepala Dinas Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Sleman, Widi Sutikno dikonfirmasi, Sabtu (15/3).
Budidaya belut dinilai belum menjadi pilihan masyarakat Sleman. Selama ini, perikanan air tawar masih terkonsentrasi pada budidaya nila, udang, dan gurame. Kalaupun ada pasokan belut lokal, budidaya masih bersifat sambilan.
Meski demikian, permintaan belut yang terus melonjak di Sleman dinilai Widi bisa menjadi pemicu budidaya setempat. Sleman saat ini telah memiliki pusat kuliner belut di Kecamatan Godean. "Ini prospek pasar yang bagus," ungkap Widi.
Pembuatan budidaya belut di Sleman diakui Widi membutuhkan waktu cukup panjang. Budidaya belut dinilai lebih sulit dibandingkan dengan jenis ikan air tawar lainnya seperti nila dan gurame. Namun, budidaya belut masih memungkinkan dikembangkan di Sleman.
Pedagang olahan belut di Godean, Rani mengungkapkan satu kali produksi kripik membutuhkan hingga 1 kuintal belut mentah. Harga belut mentah mencapai Rp 30 ribu perkilogram yang dipasok dari Lumajang dan Klaten. Setelah diolah menjadi kripik, harga belut melonjak menjadi Rp 80 ribu per kilogram.
Kepala Kecamatan Godean, Ahmad Yuno Nurkaryadi mengungkapkan wilayahnya sudah lama dikenal sebagai sentra kuliner belut. Makanan olahan belut tersebut menambah potensi wisata wilayah setempat. "Wisata kuliner belut masih berpotensi dikembangkan di Godean," ujarnya.