Selasa 18 Mar 2014 14:50 WIB

Mencari Pendamping Basuki

Rep: n c67/ c61/ Red: Karta Raharja Ucu
Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)
Foto: Republika/Adhi W
Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Gubernur (Wagub) DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama diminta bekerja lebih optimal setelah Gubernur DKI Joko Widodo (Jokowi) resmi mendeklarasikan diri sebagai calon presiden dari PDI Perjuangan. Sebab, pencalonan Jokowi membuat beban Wagub akan bertambah.

Wagub yang akrab disapa Ahok itu siap menerima tongkat estafet kepemimpinan dari Jokowi untuk memimpin Jakarta. "Saya siap saja (jadi Gubernur Jakarta)," katanya di Balai Kota Jakarta, akhir pekan lalu.

Tak hanya siap menggantikan Jokowi, Ahok bahkan sudah memilih calon pendampingnya memimpin Ibu Kota. "Kalau seandainya disuruh memilih, saya tunjuk Rieke Diah Pitaloka. Tapi, saya menyerahkan semuanya ke partai. Terserah Ibu Mega (Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Sukarnoputri --Red)," ujar Ahok.

Secara etika politik, ia mengatakan, tidak boleh jika gubernur dan wakilnya berasal dari satu partai. "Kita orang politik harus siap segala hal-lah," katanya.

Ahok mengklaim selama menjadi Wagub, ia sudah terbiasa mengerjakan persoalan administrasi. Karenanya, Ahok ogah mengambil pusing dengan pendeklarasian capres Jokowi.

Pengamat politik Gun Gun Heryanto menilai pencapresan Jokowi akan berdampak langsung pada kinerja Ahok. Selama ini, kerja sama Jokowi-Ahok terbilang cukup bagus dan berhasil dengan gaya kepemimpinannya masing-masing. Jokowi yang lembut dan Ahok dengan gaya antagonisnya.

Menurut Gun Gun, setelah Jokowi resmi menjadi capres 2014, kinerja pemerintahan Provinsi DKI tidak akan bekerja secara optimal. Tidak seperti sebelumnya, dua tokoh dengan gaya memimpin tersebut saling mendukung, yakni Jokowi lebih bekerja turun langsung menemui masyarakat, sedangkan Ahok mengawasi birokrasi pemerintahan DKI.

Selama masa kampanye hingga pemilihan umum (pemilu) pada April nanti, Jokowi akan terfokus pada kampanye. Apalagi, sekarang mantan wali kota Solo itu mempunyai status ganda, sebagai capres dan juru kampanye PDI Perjuangan. "Sudah tentu ke depannya Jokowi akan lebih sibuk di PDIP," kata Gun Gun saat berbincang dengan ROL, Jumat (16/3).

Karenanya, dosen Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tersebut menyarankan Ahok melakukan tiga hal pascapencapresan Jokowi. Pertama, kata Gun Gun, Ahok harus mengefektifkan birokasi yang sekarang masih menjadi masalah bagi Pemprov DKI.

Kemudian kedua, Ahok harus mengubah gaya kepemimpinannya yang cenderung antagonis. Gun Gun menyarankan Ahok mengubah sifat antagonisnya ke gaya yang lebih lembut. "Selama ini kan, sifat Ahok yang antagonis bisa diimbangi dengan gaya kepemimpinan Jokowi yang soft," ujarnya.

Gun Gun menegaskan, jika Ahok tidak mengubah gaya kepemimpinannya tersebut, ia akan kesulitan memimpin Jakarta ke depannya. Sebab, apresiasi masyarakat Jakarta terhadap kepemimpinan Jokowi-Ahok lebih karena gaya Jokowi yang ramah dan sering blusukan ketimbang model antagonis milik Ahok.

Terakhir, menurut Gun Gun, Ahok harus tetap menjaga komunikasi dengan Jokowi. Sekalipun, nanti Jokowi akan mengambil cuti untuk kampanye. "Permasalahan pemerintahan Provinsi DKI Jakarta 75 persen adalah di komunikasi," katanya.

Oleh karena itu, Gun Gun menyarankan agar Ahok menjaga serta mengupayakan komunikasi, terutama kepada steakholder Pemprov DKI. Tujuannya agar Pemprov Jakarta tetap berjalan seperti sekarang.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement