REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Mahkamah Agung (MA) mengklaim iPod suvenir dari Sekertaris MA Nurhadi bukanlah barang gratifikasi. Mereka mengacu pada sejumlah aturan ketentuan yang menyebutkan, barang tersebut bukan upaya suap terhadap hakim.
Hakim Agung sekaligus Ketua IKHI Cabang MA, Gayus Lumbuun mengatakan, berdasarkan UU Tipikor dan peraturan bersama KY dan MA, nilai barang gratifikasi di atas Rp 500 ribu. Sedangkan, berdasarkan invoice pembelian tertanggal Juli 2013, pihak penyelenggara hajat membeli iPod seharga Rp 480 ribu.
"Tapi kami akan melapornya ke KPK. Sifatnya klarifikasi, dan sampaikan apa tafsir hakim IKHI terkait pemberian itu," kata Gayus dalam jumpa pers di Gedung MA, Jakarta, Rabu (19/3).
Dalam SKB MA dan KY butir 2.2 juncto SK KMA No. 215/KMA/SK/VIII/2007 Pasal 6 ayat (3) Q, tentang Peraturan Hakim Dilarang Menerima Hadiah, yang tidak termaksud gratifikasi pada hakim kalau pemberian itu ditinjau atas kesepakatan bersama seperti perkawinan, tidak lebih Rp 500 ribu.
Ikatan Hakim Indonesia (IKHI) Cabang MA melangsungkan rapat bersama sejumlah hakim pengadilan lainnya, seperti hakim agung, tipikor, agama, militer dan adhoc pada Rabu (19/3). Mereka sepakat untuk menyerahkan penilaian atas barang itu ke KPK.
Hakim Agung Andi Samsan Nganro menambahkan, dalam Pasal 12B Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menjelaskan, setiap gratifikasi ke pegawai negeri atau penyelenggara negara dapat dianggap suap apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
“Meski demikian, kami tetap akan melapor KPK agar sifat dari barang tersebut tidak dianggap gratifikasi,” ujar dia.
Hakim Agung Dudu Duswara mengatakan, dalam surat edaran (SE) KPK No. B.143/01-13/01/2013 soal gratifikasi, ada klausul yang menjelaskan, suvenir tidak termaksud gratifikasi. Pihaknya akan lampirkan salinan itu sebagai bahan pertimbangan menafsir pemberian iPod.