REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Gubernur DKI Joko Widodo (Jokowi) sudah ditunjuk Ketua umum PDIP Megawati Soekarnoputri sebagai capres. Hal itu jelas merupakan keputusan tepat lantaran hasil survei menunjukan bahwa elektabilitas Jokowi selalu berada di atas calon lain.
Yang menjadi pertanyaan adalah siapa kemudian cawapres, yang layak mendampingi Jokowi. Beberapa nama dari kalangan militer muncul, seperti mantan KSAD Jenderal (Purn) Ryamizard Ryacudu dan Panglima TNI Jenderal Moeldoko. Dari kalangan ekonom, muncul nama Sri Mulyani dan Agus Martowardojo.
Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ikrar Nusa Bhakti mengatakan, dua kandidat dari kalangan militer memiliki persoalan sendiri-sendiri. Untuk Ryamizard, kata dia, memiliki persoalan dengan kesehatan. Dia sudah tidak kuat berdiri lama dan berjalan lama.
Ikrar melihat sosok Panglima TNI Moeldoko bukan juga menjadi pilihan tepat karena masih aktif. “Siapa dan partai politik mana yang mem-back up Ryamizard? Saya masih memiliki keyakinan calon wakil presiden harus didukung partai," katanya usai menjadi pembicara dalam diskusi yang diadakan Populi Center di Jakarta, Kamis (20/3).
Kalau begitu, menurut dia, intelektual nonpartai menjadi opsi yang tepat Secara intelektual, ia mumpuni. Tapi, ia menyarankan, mulailah sejak saat ini dikotomi sipil-militer dihilangkan dalam kamus demokrasi di Indonesia.
Ikrar menambahkan, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Maratowardjo memiliki kans yang besar untuk mendampingi Jokowi menjadi capres. Hanya saja, kendalanya adalah belum ada parpol yang mendukung Agus. "Kalau ada yang mendorongnya dari partai politik, tidak masalah. Saya tidak masalah, karena Agus orangnya tegas, sama seperti Sri Mulyani," kata Ikrar.
Ikrar menambahkan, bukan mustahil Agus menjadi salah satu kandidat yang akan mendamping Jokowi, karena memang dia orangnya tegas. Kalau PDIP meraih suara 30 persen, kans Agus semakin kuat.